Alasan Hakim Korting Vonis Terdakwa Korupsi Sedot Tinja

Alasan Hakim Korting Vonis Terdakwa Korupsi Sedot Tinja

- detikNews
Senin, 13 Okt 2014 18:02 WIB
ilustrasi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Hukuman mantan Kabid Retribusi Dinas Kebersihan Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Suhrawardy, dikurangi dari 2,5 tahun menjadi 1,5 tahun penjara. Majelis hakim menilai Suhrawardy tidak mempunyai peranan langsung terhadap raibnya APBD sebesar Rp 916 juta.

Kasus korupsi itu terjadi rentang 2007 hingga 2011. Suhrawardy bertanggung jawab atas retribusi sampah, kebersihan dan sedot tinja di Kota Palembang. Dalam kurun 4 tahun itu, terjadi kebocoran pendapatan dari retribusi sebesar Rp 916 juta. Alhasil, pria yang kini telah pensiun itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau.

Pada 5 Juni 2014, Pengadilan Tipikor Palembang menjatuhkan hukuman selama 2,5 tahun penjara. Atas hal itu, jaksa pun mengajukan banding. Namun hukuman Suhrawardy malah dikorting menjadi 1,5 tahun penjara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Palembang menyandarkan putusannya sesuai struktur organisasi Dinas Kebersihan Kota Palembang yaitu jabatan Kepala Bidang Retribusi adalah di bawah langsung Kepala Dinas Kebersihan. Di bawah Kepala Bidang Retribusi ada tiga seksi yaitu Seksi Penagihan, Seksi Pendataan, Seksi Penerimaan dan Bendahara.

Atas dasar itu, PT Palembang menyatakan raibnya pendapatan yang harusnya masuk ke kas APBD bukan tanggung jawab Suhrawardy, tapi bendahara.

"Berdasarkan keterangan saksi, retribusi 2007-2011 semua uang diserahkan ke bendahara," putus majelis hakim sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (13/10/2014).

Saksi Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang, Fikri Simin, meringankan terdakwa dengan menyebut antara karcis retribusi yang keluar dan uang yang masuk pada 2007 sampai 2011 sudah klop atau sesuai.

Apalagi, seluruh saksi yang memberikan keterangan di persidangan tidak ada yang secara jelas menerangkan bahwa peminjaman dan penggunaan uang hasil tagihan retribusi atas perintah terdakwa.

"Uang retribusi hasil tagihan kolektor langsung diserahkan kepada Bendahara penerima oleh kolektor tanpa melalui terdakwa," putus majelis yang diketuai Nurlela Katun dengan anggota Chairuddin Idrus dan Hanifah Hidayat pada 27 Agustus 2014 lalu.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads