Kicauan di media sosial pun muncul, mulai dari twitter sampai path. Masyarakat menyuarakan suara mereka. Aspirasi yang disampaikan lewat media sosial itu sebagai bentuk kecerewetan baru. Masyarakat ingin kota mereka nyaman.
Tak sedikit yang menyambut candaan dengan hal yang positif. Masyarakat ingin kota mereka berubah. Masyarakat ingin pemimpin melakukan sesuatu yang terasa. Tak diam saja, hanya menikmati masa jabatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mungkin kekritisan yang disebut kecerewetan era baru masyarakat lewat media sosial ini mesti dimaknai positif. Kepala daerah mesti bekerja. Tak bisa diam saja atau sekedar melaksanakan rutinitas. Mata masyarakat mengontrol lewat segala lini.
Namun memang, komentar wali kota Bekasi Rahmat Effendi santai menanggapi fenomena di media sosial ini.
"Menurut saya apa yang terjadi di medsos (Bully) adalah orang yang cara pandangnya berbeda dan agak kurang bergaul dan minimnya wawasan tentang pembangunan sebuah kota," kata Rahmat kepada detikcom, Minggu (12/10).
Ketua DPD Golkar Bekasi ini mengaku turut mengamati sorotan masyarakat dan media itu kepada Kota Bekasi melalui sosial media akhir-akhir ini. Rahmat lalu menjelaskan kondisi sebenarnya terutama soal kemacetan.
"Kondisi macet memang kita sedang menyelesaikan 19 titik macet yang ada dan secara bertahap sedang kita laksanakan melalui APBD Kota dan juga kita kordinasikan dengan mitra kerja antar daerah dengan DKI," ujarnya.
Menurutnya, Pemprov DKI berkomitmen akan membantu melalui keuangan minimal Rp 100 milyar. Ini juga bentuk penyelesaian atas kemacetan di kota penyangga seperti Kota Bekasi.
"Tahun ini bantuan Propionsi Jawa Barat kita bangun pelebaran sisi jembatan tol timur,sisi selatan jalan KH Noer Alie/kalimalang dalam rangka akses atas dibukanya Ram Kalimalang III," papar Rahmat yang dalam Pilkada diusung Golkar, PKS, Hanura dan PKB ini.
(ndr/mad)