Tak Pernah 'Mulus', Begini Transisi Presiden dari Sukarno Hingga SBY

Tak Pernah 'Mulus', Begini Transisi Presiden dari Sukarno Hingga SBY

- detikNews
Rabu, 08 Okt 2014 12:50 WIB
Tak Pernah Mulus, Begini Transisi Presiden dari Sukarno Hingga SBY
Jakarta -

Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hingga kini, pemerintahan Indonesia telah mengalami enam kali peralihan kekuasaan. Sayangnya belum pernah sekali pun transisi presiden itu berlangsung secara 'mulus'. Selalu ada peristiwa tak menyenangkan yang melatarbelakangi suksesi kepemimpinan nasional tersebut.

Pada 20 Oktober nanti, Indonesia kembali akan melakukan transisi kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo (Jokowi). Barangkali ini lah untuk pertama kalinya peralihan kekuasaan akan berlangsung 'mulus'. Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla terpilih secara demokratis melalui pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 9 Juli lalu.

Presiden Yudhoyono berjanji menyukseskan peralihan kepemimpinan secara terhormat. Sebuah tradisi suksesi kepemimpinan telah dirancang. Presiden SBY akan menyiapkan upacara penghormatan untuk menyambut Presiden yang baru, Jokowi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada 20 Oktober, setelah sidang MPR, saya akan bersiap di Istana untuk menyambut presiden yang baru dengan upacara militer yang baik. Kami berdua akan menerima penghormatan, setelah itu masuk ke dalam Istana, farewell dengan lembaga kepresidenan," kata Yudhoyono di kantor Kementerian Pertahanan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2014) lalu.

Di Istana, SBY akan mengucapkan salam perpisahan dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh pegawai kepresidenan. Setelah itu, SBY akan kembali ke masyarakat. "Saya akan meninggalkan Istana, menerima penghormatan terakhir, dan kembali ke masyarakat luas," kata SBY.

Peralihan kekuasaan dari Yudhoyono ke Jokowi akan menjadi sejarah baru bagi Indonesia, Setelah lima kali transisi Presiden (SBY menjabat dua periode) sebelumnya tak pernah berjalan 'mulus'.

Beginilah proses transisi kekuasaan dari zaman Sukarno hingga Yudhoyono.



Transisi Sukarno ke Soeharto

Proses berpindahnya kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto diawali dengan sebuah peristiwa kelam. Perekonomian Indonesia terpuruk. Aksi pembunuhan terhadap tujuh perwira TNI Angkatan Darat dalam sebuah Gerakan 30 September 1965 kian memanaskan suhu politik. Mahasiswa berunjuk rasa menuntut pembubaran kabinet bentukan Presiden Sukarno.

Merasa tak sanggup mengatasi situasi keamanan dan politik pada 11 Maret 1966 Presiden Sukarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret. Terbitnya Supersemar ternyata memunculkan dualisme kepemimpinan nasional yakni antara Sukarno dengan Soeharto. Apalagi setelah 25 Juli 1966 Jenderal Soeharto diangkat menjadi Ketua Presidium Kabinet Ampera.

Dualisme kepemimpinan nasional baru berakhir pada 27 Maret 1967 setelah secara konstitusional Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melantik Pejabat Presiden Soeharto menjadi Presiden Indonesia kedua menggantikan Sukarno.

Peralihan Kekuasaan dari Soeharto ke BJ Habibie

Sejarah berulang pada tahun 1998. Kondisi perekonomian Indonesia memburuk. Harga sembilan kebutuhan bahan pokok melejit, rakyat pun menjerit. Keadaan ini membuat situasi politik dan keamanan Indonesia terganggu. Aksi unjuk rasa terjadi di mana-mana.

Posisi Presiden Soeharto yang telah 32 tahun menjadi penguasa pun goyah. Ribuan mahasiswa turun ke jalan menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto. Selama beberapa hari Soeharto mencoba bertahan. Namun aksi unjuk rasa yang berbuntut kerusuhan di sejumlah kota di Indonesia membuat pria yang dijuluki 'The Smilling General' itu meletakkan tampuk kekuasaan.

Pada 21 Mei 1998 Soeharto menyerahkan kekuasan kepada Bacharuddin Jusuf Habibie. Habibie yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden dilantik menjadi Presiden. Sama seperti era sebelumnya, peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie tak berlangsung mulus.

Dari Habibie ke Abdurrahman Wahid

Beralihnya kekuasaan dari Habibie ke Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diawali dari sebuah proses pemilihan umum tahun 1999. Saat itu Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Habibie yang sebenarnya memiliki kesempatan, menolak mencalonkan diri setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

MPR kemudian menggelar rapat paripurna pada tanggal 20 oktober 1999. Dua nama bersaing memperebutkan kursi calon Presiden, yakni Megawati Soekarnoputri yang diusung PDI Perjuangan, dan Gus Dur yang diajukan Partai Kebangkitan Bangsa.

Melalui sebuah pemungutan suara Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sementara Megawati mendapat 313 suara. Tak terima dengan kekalahan ini, pendukung Megawati mengamuk. Di Solo, Jawa Tengah misalnya sejumlah simpatisan Megawati melakukan aksi pengrusakan.

Beruntung Gus Dur berhasil meyakinkan Megawati untuk maju dalam pemilihan calon wakil presiden. Sebelumnya Gus Dur meminta mantan Panglima ABRI Wiranto tidak mengajukan diri menjadi cawapres. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Transisi dari Gus Dur ke Megawati

Belum separuh waktu menjalankan jabatannya sebagai Presiden ke-4 Indonesia, Gus Dur mendapatkan mosi tidak percaya dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu juga diterpa sejumlah isu politik. Seperti kasus dana Badan Urusan Logistik.

Mendapat mosi tidak percaya dari MPR, Gus Dur malah mengeluarkan dekrit. Dekrit Presiden itu sendiri berbunyi: (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.

Namun dekrit tersebut tidak memeroleh dukungan. Akhirnya pada 23 Juli 2001, persis 20 bulan setelah menjadi Presiden MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur. Majelis kemudian menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden menggantikan Gus Dur.

Namun Gus Dur tak pernah legowo atas pelengseran tersebut.

Dari Megawati ke Susilo Bambang Yudhoyono

Peralihan kekuasaan dari Megawati ke SBY melalui sebuah proses pemilihan presiden dan wakil presiden yang berlangsung secara demokratis pada tahun 2004.

Di Pilpres 2004, SBY yang mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan mengalahkan bekas atasaannya Megawati. SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla tercatat sebagai presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. SBY-JK dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2004.

SBY kembali unggul atas Megawati di Pilpres 2009. SBY yang saat itu berpasangan dengan Boediono dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2009.

Hubungan Megawati dengan SBY tak pernah 'mesra' sejak peralihan kekuasaan tahun 2004.Β 
Halaman 2 dari 6
(erd/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads