Yunus Husein: Pakai Rekening Orang Lain Indikasi Sembunyikan Hasil Kejahatan

Sidang Bappebti

Yunus Husein: Pakai Rekening Orang Lain Indikasi Sembunyikan Hasil Kejahatan

- detikNews
Rabu, 08 Okt 2014 11:42 WIB
Jakarta - Ketua Pusat Kajian Anti Pencucian Uang Yunus Husein menegaskan modus pidana pencucian uang bisa dilakukan dengan cara menempatkan harta berupa uang menggunakan rekening atas nama orang lain. Tujuannya, pemilik harta ingin menyembunyikan kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

"Kalau transaksi menggunakan nama orang, rekening orang lain itu indikasi kuat dugaan menyembunyikan," kata Yunus menyampaikan pendapatnya sebagai ahli pidana pencucian uang dalam sidang lanjutan mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Sempurnajaya di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/10/2014).

Modus menempatkan uang pada rekening orang lain memang sengaja dipakai para pelaku tindak pidana korupsi agar tidak terendus asal usul harta kekayaan yang dimiliki. "Tujuannya menjauhkan diri dari hasil aset kejahatan," sebut dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pencucian uang lanjut Yunus juga bisa dilakukan dengan cara membeli aset dengan uang bersumber dari penghasilan resmi juga hasil tindak pidana. "Masalah campur halal atau tidak halal bisa terjadi, ini juga teknik pencucian uang (semisal) melalui beli properti. Ini teknik mencampur untuk mempersulit penelusuran," tutur dia.

Penyelenggara negara memang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya kepada KPK sesuai UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Kekayaan atas nama istri dan anak pun harus dicantumkan. "Jadi bukan hanya (harta) pribadi, kekayaan atas nama anak istri dan tanggungan yang belum terpisah," ujar Yunus.

Bila diketahui penyelenggara negara memiliki harta kekayaan tidak wajar, penegak hukum dapat melakukan konfirmasi. "Dan bisa meminta untuk membuktikan," katanya. Sebab dapat diduga si pejabat negara mendapatkan pemasukan dari sumber lain yang tidak sah sehingga besaran kekayaan yang dimiliki melebih jumlah penghasilan resminya.

"Kalau tidak dapat dijelaskan dari mana sumber tambahan, bisa diduga terkait dengan jabatan yang disalahgunakan," sebutnya.
Terkait harta yang tidak bisa dibuktikan asal usul uang pembeliannya, penegak hukum dapat melakukan penyitaan atas aset tersebut.

"Sepanjang ada tindak pidana dan ada hasilnya, maka senilai hasilnya (kekayaan) bisa disita," ujar mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini.

Syahrul didakwa melakukan pidana pencucian uang dengan cara penempatan dan penyamaran aset sebesar Rp 880,6 juta dan USD 92,189. Kedua, Menukarkan mata uang yakni menukarkan mata uang dollar Amerika sebesar USD 120.000 dan berupa SGD 120.000 yang ditukarkan ke mata uang rupiah. Uang lantas dikirim ke rekening Bank Windu Kentjana atas nama Herlina Triana Dehl.

Syahrul juga didakwa membelanjakan atau membayarkan uang sejumlah Rp 3,352 miliar antara lain untuk pembelian Toyota Vellfire, dan cicilan unit apartemen di Senopati, pembayaran cicilan Toyota Hilux Double Cabin, dan pembayaran asuransi.

Dia juga menyamarkan atau menyembunyikan aset. Jaksa menjabarkan sejumlah kekayaan yang tergolong tidak wajar dibandingkan besaran pendapatan Syahrul baik sebelum menjabat sebagai Kepala Bappebti ataupun selama menjabat.

(fdn/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads