Dugaan Korupsi Walikota Semarang Ditangani KPK

Dugaan Korupsi Walikota Semarang Ditangani KPK

- detikNews
Selasa, 11 Jan 2005 17:21 WIB
Semarang - Karena tidak percaya pada penegak hukum di tingkat lokal, kasus dugaan korupsi Walikota Semarang Sukawi Sutarip ditangani Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPK). Kasus itu terdiri dari mark up pembelian gedung eks BDNI Semarang dan 26 proyek penunjukan langsung."Selama ini kami berkoordinasi dengan KPK. Tanggal 25 Januari mendatang kami akan ke Jakarta untuk memperjelas langkah-langkah yang sudah diambil," kata Direktur Pattiro (Pusat Analisis dan Telaah Regional) Semarang Susana Dewi R kepada detikcom di Balaikota Semarang, Jl. Pemuda, Selasa (11/1/2005).Susan menjelaskan, pihaknya sudah menerima surat dari KPK bernomorR.1307/KPK/XII/2004. Dalam surat itu, KPK menyatakan Kejagung telahberkoordinasi BPKP untuk meneliti kevalidan laporan Pattiro soal dugaan korupsi Walikota Semarang tersebut.Lebih jauh Susan menyebutkan, dalam kasus pembelian gedung eks BDNI pada tahun 2003 itu, walikota menghabiskan dana sebesar Rp 27,5 M. "Yang jadi masalah, di dalam proyek tersebut walikota tercantum nama broker, PT Equity. Broker ini tidak jelas fungsinya tapi mendapatkan dana sebesar Rp 1,125 miliar," tandasnya.Selain mencantumkan nama broker, kata Susan, pihak walikota jugamencantumkan poin mediator, tim pembina proyek, dan lain-lain. Hal tersebut sangat tidak efektif dan merugikan uang negara. Dengan demikian ada indikasi kuat, penyimpangan dana dalam proyek tersebut."Dalam kasus 26 proyek penunjukkan langsung juga begitu. Ada beberapa CV yang setelah kami teliti, nama dan alamatnya tidak cocok. Ada juga CV yang dimiliki keluarga anggota DPRD. Ini kan jelas tidak benar," tandasnya.Susan mencontohkan, CV Mekar Jaya yang menangani proyek perbaikan jalan, dimiliki Ketua Komisi D DPRD Semarang 1999 - 2004 Sriyono, CV Wira Karya milik Komisi A DPRD Semarang Junaedi, dan CV Tiga Putra Jaya milik Umi Kayatun Lestari, istri Sriyono."Rata-rata proyek penunjukan langsung yang berasal dari pemprov itubernilai di atas Rp 750 juta. Sebagian besar, proyeknya berupa perbaikan jalan, jembatan, dan sungai pada tahun 2002," terangnya.Berdasarkan fakta itu, Pattiro melaporkannya ke KPK secara sembunyi-sembunyi pada Oktober 2004 lalu. Hal itu dilakukan karena ketidakpercayaan terhadap penegak hukum di tingkat lokal. "Bagaimana mungkin, mereka (penegak hukum di tingkat lokal) ikut menandatangani proyeknya kok. Nggak mungkin mereka mau mengusutnya," kata Susan. (nrl/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads