"Substansi UU tersebut jika terkait meremas payudara siswi belum memberikan efek jera karena pelaku minimal dipenjara 5 tahun," kata komisioner KPAI bidang Pendidikan Susanto saat dihubungi detikcom via telepon Senin (6/10/2014) siang.
"Idealnya (hukuman) lebih diperberat agar dapat meminimalisir kasus kejahatan seksual pada anak," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umumnya korban kejahatan seksual (anak) berdampak pada aspek psikis, kesehatan, fisik, maupun kultural," imbuhnya.
Susanto tidak menyebut berapa tahun hukuman penjara yang ideal bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. Katanya, hal tersebut perlu dikaji secara lebih komprehensif.
"Prinsipnya, hal ideal agar pelaku jera perlu diperberat (hukuman). Soal berapa tahunnya kita bisa kaji secara utuh agar substansi pidananya memberikan semangat penjeraan dan pencegahan," sebut Susanto.
Seperti diketahui, Revisi UU PA yang baru diketok DPR membuat ancaman hukuman pencabulan naik dari minimal 3 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. Salah satu contoh perbuatan cabul terhadap anak-anak yaitu meremas payudara siswi SMA yang belum berusia 18 tahun.
Meremas payudara dinilai memenuhi unsur pasal 76E UU Perlindungan Anak yang menyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul dengan; kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan.
Adapun ancaman pidananya disebutkan dalam pasal 82 ayat 1 UU PA, yaitu:
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagimana dimaksud padal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Jika yang melakukan perbuatan cabul dengan meremas payudara siswi SMA itu adalah orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik dan tenaga kependidikan, UU PA memperberat ancaman pidana pelaku pencabulan dan pemerkosaan anak dengan pelaku seperti dia atas menjadi 20 tahun penjara.
(bar/asp)