Sang Pengawal Menepis Tudingan Miring pada Soekarno Terkait G 30/S

Sang Pengawal Menepis Tudingan Miring pada Soekarno Terkait G 30/S

- detikNews
Kamis, 02 Okt 2014 19:28 WIB
Jakarta - Resimen Tjakrabirawa sengaja dibentuk untuk menjadi pasukan pengaman presiden Soekarno pasca kemerdekaan. Namun, adanya sejarah G 30/S membuat satuan ini dinilai ikut terlibat dalam gerakan tersebut.

Dalam buku 'Maulwi Saelan Penjaga terakhir Soekarno', Maulwi yang kala itu menjabat sebagai Wakil Komandan Tjakrabirawa mengkonfirmasi cerita Soekarno dan Tjakrabirawa‎ yang dikatakan terlibat.

Seperti yang dikutip detikcom, Kamis (2/10/2014) dalam buku tersebut dibuat‎ 1 sub judul 'Bambang Widjanarko Menuduh Soekarno'. Bab ni membahas tuduhan yang dilayangkan Bambang tentang keterlibatan Soekarno pada G 30 S.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak benar sama sekali berita yang mengatakan Presiden Soekarno mengetahui peristiwa penculikan G 30 S. Dan tidak pernah ada perintah presiden kepada kami (Tjakrabirawa) untuk menghilangkan jejak para jenderal yang diculik," kata mantan Wakil Komandan Tjakrabirawa Maulwi Saelan.

Dalam sub judul 'Bambang Widjanarko Menuduh Soekarno', Maulwi menjabarkan penjelasan Bambang saat diminta ketenangannya oleh Letnan (CPM) Soegiarjo dan Ajun Komisaris Besar Polisi Azwir Nawie dari Team Pemeriksa Pusat (Teperpu) pada 3 Oktober 1970.

Diceritakan Maulwi bahwa Bambang mengatakan pada 30 September 1965 pukul 22.00 WIB, saat Presiden Soekarno menghadiri Munastek I di Istora Senayan, Bung Karno menerima sepucuk surat dari Letnan Kolonel Untung (salah satu tokoh G 30 S) yang dititipkan pada DKP Tjakrabirawa bagian hygiene yang melayani makan dan minum presiden, Sogol dan Nitri. Oleh Sogol, surat itu diberikan ke Bambang untuk disampaikan pada Bung Karno. Menurut Bambang, saat itu usai menerima surat, Bung Karno pergi ke toilet dengan dikawal Maulwi, Bambang dan Komandan DKP AKBP Mangil Martowidjojo

Menurut Bambang, di teras Istora yang lampunya terang, Presiden berhenti sebentar membaca surat dan memasukkan ke dalam saku bajunya. Isi suratnya berisi pemberitahuan dari Untung kepada Presiden tentang akan dimulainya penindakan terhadap sejumlah perwira tinggi AD yang tidak disenangi Soekarno. Penjemputan paksa itu direncanakan akan dilakukan pada 1 Oktober 1965 dini hari.

"Tidak logisnya cerita itu karena mana mungkin Untung begitu bodoh menitipkan surat mengenai gerakan militer yang nilai kerahasiannya sangat tinggi pada seorang pelayan hygiene istana. Seluruhnya bukan fakta tapi karangan untuk mencari-cari kesalahan Soekarno," kata Maulwi.

"Saya yang terus mendampingi Bung Karno dan tidak pernah meninggalkannya walau sebentar. Saya tidak pernah melihat kedatangan pelayan Sogol yang menitipkan sepucuk surat yang katanya dari Untung untuk diserahkan pada Bung Karno. Beliau juga tak pernah meninggalkan tempat duduknya untuk ke toilet atau berhenti di taman membaca surat," sambungnya.

Cerita lain yang dibantah Maulwi yakni saat Bung Karno dikisahkan naik berpidato dan mengutip cerita pewaya‎yangan yang jarang beliau lakukan. Yang diceritakan yakni percakapan antara Kresna dan Arjuna menjelang perang Bharata Yudha. Cuplikan itu dinilai sebagai sinyal kepada Untung dan kelompoknya untuk bergerak. Padahal, Soekarno hanya membenarkan redaksi spanduk yang salah dan menjelaskan makna sebenarnya.

Kembali menurut Bambang, pada 1 Oktober sore, Soekarno memerintahkan sopir pribadinya, Soeparto ‎segera ke kediaman ‎Ratna Sari Dewi (Naoko Nemoto‎) di Wisma Yaso untuk mengambil surat dari Untung perihal penjemputan paksa di saku baju Soekarno yang tertinggal. Setelah menemukan surat itu, Soeparto bergegas kembali menuju rumah Komodor Udara Susanto, tempat Soekarno.

Menurut Bambang, ia diperintahkan Soeharto untuk merobek-robek surat tersebut. Namun, Mualwi menyatakan tak pernah ada perintah Soekarno yang meminta sopir pribadinya ke kediaman Dewi untuk mengambil seragam.

"Soeparto tidak pernah diminta pergi mengambil minuman dan seragam," ucap Mualwi

(bil/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads