Pencurian BBM, MA: Diskriminatif, Seharusnya Oknum TNI AL Jadi Terdakwa

Pencurian BBM, MA: Diskriminatif, Seharusnya Oknum TNI AL Jadi Terdakwa

- detikNews
Minggu, 28 Sep 2014 13:03 WIB
ilustrasi (rachman/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menyatakan ada perlakuan diskriminatif dalam pengungkapan kasus pencurian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pulau Baai, Bengkulu. Diskriminatif itu adalah tidak menjadikan oknum TNI Angkatan Laut (AL) sebagai terdakwa dalam kasus itu.

Kasus bermula saat KM Lintas Musi yang tengah bersandar di dermaga Pelabuhan Baai akan bertolak ke Pulau Enggano pada 18 Desember 2010. Lantas Kepala Kamar Mesin KM Lintas Musi, Djuritno memperkirakan BBM solar tidak cukup dan akan habis di perjalanan.

Lantas Djuritno meminta, Ferry Budi Hartono mengorder BBM bersubsidi sebanyak 5 ribu liter. Tidak berapa lama, mobil truck yang membawa 5 ribu solar bersubsidi datang dan mengisi tangki KM Lintas Musi. Pada saat proses pengisian, PNS Administrator Pelabuhan Pulau Baai, Anwar (35) menelepon Ferry supaya disisakan BBM solar sebanyak 1.000 liter. Terjadi perdebatan, apakah permintaan itu dipenuh atau tidak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah terjadi perdebatan, BBM solar bersubsidi sebanyak 1.500 liter lalu disisakan dan diantarkan ke Anwar dengan truck yang sama. Saat Anwar hendak menyerahkan uang pembelian sisa BBM solar bersubsidi itu, mereka dibekuk aparat Polair Polda Bengkulu. Alhasil, komplotan itu pun diadili dengan berkas terpisah.

Dalam dakwannya, jaksa menyatakan Anwar melanggar pasal 55 UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan menuntut Anwar selama 6 bulan penjara. Pada 27 April 2011, Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu menjatuhkan hukuman 4 bulan pidana ke Anwar. Empat bulan setelahnya, vonis itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu sesuai dengan tuntutan jaksa.

Atas vonis itu, Anwar mengajukan kasasi. Dalam pembelaannya, Anwar menyatakan dia mengaku BBM solar bersubsidi itu ditampung oleh TNI AL Pelabuhan Baai Bengkulu.

"Saya dengan sopir truck, Pak Imam, hanya sebagai pengantar dari dermaga ke tempat TNI AL tersebut. Siapa pembeli atau penadah yang sebenarnya tidak dicantumkan di dalam berkas tersebut," kata Anwar yang tertuang dalam memori kasasi sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Minggu (28/9/2014).

Atas keterlibatannya itu, Anwar mengaku hanya mendapatkan upah Rp 300 ribu yang dipakainya untuk makan siang dan membeli pulsa. Permohonan itu didengar MA dan MA mengabulkan sebagian permohonan Anwar.

"Alasan terdakwa telah terjadi ketidakadilan dan perlakuan diskriminatis dalam pemeriksaan a quo sebab seharusnya oknum TNI AL tersebut harus dijadikan pula terdakwa (penyidiknya oleh penyidik militer) untuk diperiksa dan didengarkan keterangannya sebagai saksi dalam perkara aquo sebagai penadah BBM bersubsidi," putus majelis kasasi MA.

Menurut MA, proses hukum dengan cara melindungi dan menyembunyikan pelaku tertentu merukapan pelanggaran hukum dan perlakuan diskriminatif oleh aparat hukum.

"Sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan mencederai rasa keadilan masyarakat," papar majelis yang diketuai Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Dr Andi Samsan Nganro.

Meski demikian, Anwar tetap dinyatakan bersalah karena telah bersama-sama menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah. Yaitu menyisihkan BBM solar bersubsidi kepada oknum TNI AL.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan dan denda Rp 1 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 bulan," putus majelis pada 13 November 2013 silam.

(asp/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads