PT HNW memenangkan tender BLBU pada 2012 lalu dengan nilai Rp 209 miliar. Tetapi dalam perjalanannya, terdapat patgulipat sehingga negara merugi Rp 69 miliar.
"Dengan dibayarkannya kepada PT HNW atas prestasi pekerjaan yang tidak atau kurang dilaksanakan oleh PT HNW, berarti negara telah membayar untuk barang atau jasa yang tidak pernah diterimanya. Hal ini mengakibatkan terjadi kerugian keuangan negara karena negara telah mengeluarkan sejumlah uang," putus majelis Pengadilan Tipikor Jakarta sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Kamis (25/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal realisasi pekerjaan pengadaan dan penyaluran benih yang dilaksanakan oleh PT HNW sebesar Rp 58 miliar," ujar majelis yang diketuai Aswijon itu.
Atas hal itu majelis hakim menjatuhkan pidana ganti rugi kepada PT HNW untuk mengembalikan kerugian negara tersebut. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
"Di persidangan jaksa penuntut umum tidak dapat membuktikan terdakwa secara pribadi memperoleh uang dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Seluruh pembayaran dari anggaran Ditjen Tanaman Pangan diterima dan masuk ke rekening PT HNW," beber majelis hakim.
Dari jumlah yang diterima, terdapat kelebihan pembayaran yaitu Rp 69 miliar. Kelebihan uang ini tidak diimbangi dengan prestasi kerja berupa penyaluran BLBU kepada kelompok tani.
"Oleh karena itu PT HNW harus mengembalikan kelebihan pembayaran sebagai uang pengganti sejumlah tersebut kepada negara," putus majelis yang beranggotakan Sutio Jumagi Akhirno, Amin Ismanto, Hendra Yosphin dan Alexander Marwata.
Proyek BLBU ini sendiri secara nasional menelan anggaran Rp 720 miliar. Selain Sutrisno, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementan di proyek itu, Zaenal Fahmi, tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menahan 4 tersangka lain di kasus tersebut.
(asp/nrl)