Dalam tradisi hukum ketatanegaraan AS, terdapat istilah high crimes and misdemeanors atau yang disadur ke UUD 1945 menjadi 'tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela'. Nah, di AS sendiri masih belum ada titik temu tolak ukur yang jelas untuk mengartikan misdemeanors.
"Dalam konsitusi AS juga tidak memberikan penjelasan tegas sehingga dalam praktik sering terjadi perbedaan dalam intepretasi. Juga menimbulkan perdebatan panjang sejak konstitusi AS dibuat," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perdebatan dalam perumusan konstitusi AS menunjukkan bahwa sebagian besar para perumus konstitusi menghendaki pengertian yang lebih luas dari istilah high crimes and misdemeanors yang terbatas pada tindak pidana biasa, tapi lebih luas dari itu, termasuk abusing of power," papar Hamdan.
Dalam kasus impheacment terhadap Presiden Bill Clinton, disamping tuduhan yang mengandung unsur pidana yaitu perjury in grand jury (sumpah palsu di depan juri agung) dan termasuk obstruction of justice (menghambat peradilan), juga termasuk tuduhan karena presiden dianggap memberiakn respon yang tidak layak atas pertanyaan tertulis dari Commitee of Judicary.
"Dari seluruh impheacment terhadap Presiden AS, tuduhan terhadap pelanggaran sumpah jabatan menjadituduhan yang paling utama dan pertama," ujar pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara itu.
Menurut Commitee of Judicary, high crimes and misdemeanors tidak terbatas pada pengertian pelanggaran hukum pidana biasa tetapi dengan mempertimbangkan semangat rumusan awal konstitusi dan memerhatikan pengertian secara keseluruhan makna high crimes and misdemeanors.
"Dengan pengertian yang luas itu tidak berarti batasan pengertian high crimes and misdemeanors diserahkan sepenuhnya kepada kemauan dan mayoritas House dan dua pertiga dari Senat," ujar Hamdan yang menyelesaikan S1 nya dari FH Universitas Hasanuddin (Unhas) dengan kajian Hukum Internasional.
(asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini