"Ini tentu ada komitmen dari pemerintah Indonesia untuk mencapai target-target yang dimaksud, baik unilateral maupun nasional atau kerjasama internasional. Semua on the track," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa saat ditanya mengenai hal itu di sela-sela KTT Iklim di Markas Besar PBB, New York, Selasa (23/9/2014). Β
Upaya membatasi peningkatan suhu itu salah satunya dengan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. "Sumber utama emisi gas ini adalah masalah hutan. Langkah-langkah kita melindungi hutan kita dari deforestasi atau kebakaran hutan, semua akan membantu mencapai target yang ditetapkan," ujar Marty.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia, seperti dikatakan SBY, telah menargetkan menurunkan 26 persen emisi gas rumah kaca pada tahun 2020. Target ini akan menjadi 41 persen dengan dukungan internasional.
"Tapi, ini bukan untuk menyangkal bahwa kami juga menghadapi tantangan berat dalam hal deforestasi dan degradasi lahan. Lebih dari dua pertiga dari emisi gas rumah kaca Indonesia adalah karena masalah ini," kata SBY.
Dengan target ini, kata Marty, posisi Indonesia di dunia internasional mulai berubah dalam 5 tahun terakhir. "Semula pada umumnya Indonesia dilihat sebagai sumber permasalahan, terutama masalah perlindungan hutan. Sekarang kita tampil sebagai solusi dalam pelestarian hutan, karena inti masalah perubahan iklim ini adalah hutan," ujar Marty.
Perubahan konstelasi posisi Indonesia dalam isu lingkungan yang kemudian diakui internasional ini tidak sendirinya terjadi, tapi berkat upaya keras Indonesia dalam berkomitmen melestarikan lingkungan.
Sebelumnya, dalam sidang di KTT Iklim 2014, SBY juga menegaskan bahwa saat ini Indonesia sedang mempelajari potensi ekosistem karbon biru sebagai penyerap karbon. "Hal ini bisa mendukung upaya global untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celcius," kata SBY.
Apa yang disebut karbon biru? Dalam website Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), karbon biru adalah karbon yang diserap ekositem pantai dan laut dan mencakup lebih dari 55% karbon hijau sedunia. Sang penyerap karbon biru adalah ekosistem mangrove, rawa payau dan padang lamun. Karbon yang diserap dan disimpan oleh organisme lingkungan laut dan tersimpan dalam bentuk sedimen. Karbon tersebut dapat tertimbun tidak hanya selama puluhan tahun atau ratusan tahun (seperti halnya karbon di ekosistem hutan), tetapi selama ribuan tahun.
(asy/nrl)