"Asian Agri Group (AAG) melunasi denda Rp 2,5 triliun lebih (Rp 2.519.955.391.304,00) pada tanggal 17 September 2014. Denda sebesar Rp 2,5 triliun dibayar ke rekening Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana dalam siaran pers Kejagung yang diterima detikcom, Selasa (23/9/2014).
Manjelis hakim MA dalam Putusan MARI No.2239K/PID.SUS/2012) memutuskan, selain membayar pajak terhutang sebesar Rp 1,2 triliun, AAG juga dihukum denda dua kali pajak terhutang sebesar Rp 2,5 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pihak Asian Agri telah memenuhi kewajibannya dengan baik dan membayar denda tepat pada waktunya bahkan sebelum waktunya. Atas nama jajaran Kejaksaan, saya memberikan apresiasi kepada AAG karena telah patuh pada putusan Mahkamah Agung.” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Datas Ginting.
Pembayaran dicicil mulai Januari 2014 sebesar Rp 719,9 miliar dan pembayaran sisanya sebesar Rp 1,8 triliun dicicil hingga Oktober 2014 sebesar Rp 200 miliar per bulan. Sebagai jaminan itikad baik, AAG berkomitmen melunasi seluruh denda dengan mengeluarkan bilyet giro lebih dari 100 lembar yang sudah dititipkan kepada Bank Mandiri dan tiap bulan dapat dicairkan.
Pihak Kejaksaan sebagai eksekutor ketika itu sepakat memberikan kesempatan pada AAG untuk melakukan pembayaran dengan sistem mencicil karena lembaga Kejaksaan juga harus mempertimbangkan aspek mendasar dari hukum itu sendiri yakni keadilan.
“Kami mempertimbangkan sedalam-dalamnya nasib puluhan ribu para pekerja serta petani plasma yang selama ini menggantungkan nasibnya pada 14 perusahaan yang tergabung di AAG.
Karena itulah Kejaksaan memberikan tenggang waktu pembayaran dan hal ini tentu saja dimungkinkan oleh perundang-undangan yang ada," ucap Datas.
Selain itu Kepala Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan (PPA) Chuck Suryosumpeno menambahkan atas hal ini para penegak hukum negara-negara asing termasuk kejaksaan-kejaksaan banyak negara, terutama para praktisi pemulihan aset dunia mengapresiasi lembaga Kejaksaan Indonesia karena mampu melakukan terobosan eksekusi yang luar biasa hingga AAG patuh membayar secara sukarela.
"Oleh karena itulah para praktisi pemulihan aset dunia juga saat ini mulai mengembangkan voluntary asset recovery yang ternyata sangat efektif dan efisien dengan studi kasus eksekusi denda kasus pajak AAG," ucap Chuck.
Kasus ini bermula saat Vincentius Amin Sutanto yang berusaha mencuri uang perusahaan Asian Agri Group, namun gagal. Vincent tidak tinggal diam, dia membocorkan penyimpangan pajak perusahaan yang notabene dia juga terlibat dalam penyimpangan tersebut, kasus ini menjadi heboh setelah berbagai media massa membahasnya.
Ditjen Pajak kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus terkait. Penyidik menemukan pelanggaran administrasi sekaligus pelanggaran pidana yang dilakukan Suwir Laut dan lainnya.
Selanjutnya kasus ini diproses hukum hingga akhirnya MA memutuskan Suwir Laut bersalah dan 14 perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Group (AAG) turut dihukum dengan membayar pajak terhutang kurang lebih Rp 1,2 triliun dan hukuman denda dua kali pajak terhutang, yaitu sebesar Rp 2,5 triliun.
(slm/nrl)