Ketua Komisi II Kritik 'Gemuknya' Kementerian Jokowi, Ini Analisisnya

Ketua Komisi II Kritik 'Gemuknya' Kementerian Jokowi, Ini Analisisnya

- detikNews
Jumat, 19 Sep 2014 15:27 WIB
Jakarta - ‎Ketua komisi II Agun Gunanjar Sudarsa turut mengkritik komposisi dan jumlah kementerian yang telah disusun Joko Widodo, yaitu sebanyak 16 orang dari partai politik dan 18 dari profesional. Menurut Agun, jumlah itu masih gemuk dan jauh dari yang dijanjikan Jokowi.

"Dengan jumlah kementerian sekarang tadinya saya berharap berkurang, tapi ternyata seperti sekarang (34 menteri). Mungkin kalau nggak ada Undang-undang kementerian, bisa jadi 40 menteri," ujar Agung Gunanjar Sudarsa di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/9/2014).

‎"Katanya parpol bergabung tanpa syarat, buktinya bawa-bawa parpol juga. Katanya mau ramping supaya lincah, nyatanya gemuk juga. Belum dilantik sudah banyak bohongnya," kritiknya terkekeh kecil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agun menerangkan, idealnya kementerian hanya berjumlah 19 kementerian. Gagasan itu sudah dituangkan Agun dalam bukunya yang diterbitkan Agustus 2014 lalu berjudul "19 Kementerian Negara: Sebuah Pemikiran".

Pertama, kelompok kementerian yang wajib ada dalam UU dan tidak bisa dibubarkan atau diubah nomenklaturnya‎, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan termasuk Kementerian Agama.

"Kemudian kementerian penajaman prioritas. Kementerian itu akan jadi core-nya penajaman prioritas visi misi kepresidenan. Yaitu kementerian pembanguan nasional, kementerian keuangan. Kemudian untuk menjalankan itu perlu kementerian PAN RB‎, untuk menjamin prinsip itu juga perlu aspek keamanan dan penegakan hukum maka perlu kementrian hukum dan keamanan," paparnya.

Di luar itu dalam penajaman prioritas perlu politik kebijakan yang harus mengelola sumber daya menuju kesejahteraan, misal bersumber dari tanah kementerian pertanahan, atau dari maritim dan sumber lain.

"Di luar itu ada penajaman kelompok ketiga terkait pelayanan publik, khusus melayani publik secara langsung. Yaitu Kemendikbud, Transportasi, Sosial, Ketenagakerjaan dan sebagainya," lanjut politisi Golkar itu.

Nah, di luar itu semua, tidak perlu dibentuk kementerian, karena paradigma saat ini adalah menguatnya civil society. Misal masalah HAM tidak perlu Kementerian HAM, ada Komnas HAM. Pemberdayaan perempuan cukup Komnas Perempuan, termasuk Kemenpora.

"Itu semua dalam bentuk program, termasuk koperasi. Misal dalam pengembangan ekonomi kreatif bisa program koperasi secara nasional. Program transmigrasi nggak perlu kementerian, tapi program transmigrasi yang itu bisa dilaksanakan masing-masing pemda di bawah Kemendagri.

"Anggarannya dari negara. Jadi tak perlu khawatir mereka ditaruh di mana, kita ada UU Aparatur Sipil Negara (ASN)," ucap politisi asal Jawa Barat itu.

(bal/trq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads