"Sejak tahun 2011 terdakwa menjadi korban opini yang tujuannya adalah membangun persepsi tentang kejahatan korupsi yang dilakukan oleh terdakwa pada proyek Hambalang," ujar Anas di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
"Persepsi dibangun secara sistematis dalam waktu panjang. Dilakukan secara bertalu-talu dan bergelombang bahwa benar terdakwa (Anas) menerima gratifikasi Mobil Toyota Harrier dari PT Adhi Karya," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ujungnya ada di dalam surat dakwaan bahwa sesuatu yang bukan gratifikasi dijadikan gratifikasi," ujar mantan anggota KPU ini.
Terkait dengan persepsi ini, jaksa KPK menyoroti upaya yang dilakukan Anas Urbaningrum dalam mematahkan surat dakwaan terkait kasus Hambalang dan pencucian uang. Namun menurut jaksa, Anas terlalu fokus dalam membangun persepsi, bukan keyakinan hukum.
"Dalam persidangan, saudara terdakwa yang merupakan politisi lebih berusaha mengejar persepsi daripada keyakinan," ujar Jaksa Yudi Kristiana membacakan salah satU bagian dalam surat tuntutan untuk Anas di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Yudi mengatakan persepsi penting dalam dunia perpolitikan. Namun dalam konteks hukum, kata Yudi, keyakinan lebih diutamakan ketimbang persepsi.
"Sangat disayangkan dalam dunia hukum tidak berakar dan tidak bertumbuh di atas persepsi, melainkan keyakinan. Kata persepsi bisa saja dibangun atas sesuatu yang semu atau sesuatu yang palsu dan tidak sebenarnya. Sedangkan keyakinan disusun berdasarkan alat bukti," kata Yudi.
(fjp/jor)