"Kalau betul meniadakan pilkada langsung, total semua, jadi KPU bubar semua, panwas apalagi," ujar Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini usai memimpin sidang di Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2014).
"Kita tunggu dulu perkembangannya, mudah-mudahan tidak ekstrem. Mengelola negara tidak bisa ekstrem dari 0 berproses ke 100, lalu tiba-tiba kembali ke 0. Semua pembenahan boleh, tapi tidak bisa ekstrem," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"2 Kubu ini masih berbeda pendapat. Kita mengimbau objektivitas dalam mengelola sistem demokrasi kita. Mudah-mudahan di parlemen lebih sehat, jangan terpengaruh sisa Pilpres kemarin," ujar Jimly.
โAkan tetapi, Jimly menyerahkan sepenuhnya RUU Pilkada kepada anggota dewan dan pemerintah. Hal ini karena konstitusi memungkinkan pilkada melalui DPRD atau langsung, kecuali Pilpres yang harus langsung.
"Pilkada boleh langsung dan tidak langsung, dua-duanya sah dan halal demokratis. Waktu reformasi itu presiden yang langsung, tapi kalau Pilkada belum," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
โJimly menyatakan Pilkada langsung bukan lahir dari semangat reformasi tapi berkembang dari semangat itu. Namun hasilnya sejauh ini, bagi Jimly, baik adanya karena memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
โ"Orang melihat RUU ini hitam putih akibat Pilpres yang belum move on. Baik yang menang dan kalah belum move on. Maka harapan saya semua bisa move on. Lupakan yang sudah itu, jangan memelihara kepedihan dan euforia. Kita sama-sama," ujar Jimly.
"Sebagian mau menunjukkan kelompok dia kuat, yang berkuasa ini lalu ada juga yang mau menunjukkan di parlemen dia yang kuat. Momentumnya ada kan, ini permainan semua, mungkin jangan sekarang diputuskan supaya substansinya harus kita dalami. Ini kesannya tergesa-gesa," tutup Jimly.
(vid/mok)