Kontrak yang disepakati adalah majmuah menempatkan semua jamaah haji Indonesia di dalam markaziyah yang berjarak maksimal 650 meter. Alasan yang disampaikan mereka, surat rekomendasi (tasyrik) dari baladiyah Madinah belum keluar. Rekomendasi itu terkait penempatan jamaah pada hotel tertentu.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Djamil sesaat setelah memimpin rapat koordinasi di kantor Teknik Urusan Haji KJRI Jeddah, Selasa (16/9) malam menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan menerima alasan apapun terkait dengan pengingkaran kontrak ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βKita berharap kontrak bisa dilakukan seperti di Makkah, pola akan kita ubah. Nantinya kita akan langsung sewa kepada pemilik hotel selama semusim,β katanya.
Untuk pemondokan di Madinah setelah wukuf di Arafah, Abdul Djamil menegaskan, pemerintah akan melakukan negosiasi agar mereka menempatkan jamaah Indonesia di markaziyah.
"Karena yang dilakukan saat ini merupakan pelanggaran, pengingkaran terhadap kontrak yang sudah diteken dia. Kami tidak mau mengorbankan jamaah. Prinsipnya jamaah tidak boleh sampai tidak ditempatkan di lokasi seperti kemarin," kata dia.
Pagi ini Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh akan mengunjungi sejumlah pemondokan di Madinah. Selain itu Abdul Djamil juga akan melakukan rapat koordinasi dengan PPIH Daker Madinah.
(van/rmd)