Para aktivis menilai RUU Pilkada merupakan bentuk kemunduran demokrasi. Pemilihan kepala daerah tak langsung atau diwakili DPRD merupakan regulasi yang mengebiri atau memotong spirit ruh demokrasi dan cenderung disalahwewenangkan, ditransaksionalkan, dan menjadi jualan oleh mafia parlemen dan elite partai.
"Hari ini demokrasi telah diinjak-injak oleh elite politik. RUU Pilkada akan membuat otonomi daerah dipotong. Ketika pemilahan melalui DPRD akn banyak terjadi money politics," kata Korlap aksi, Taufik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam aksinya, mereka menyatakan menolak pengesahan RUU Pilkada, tolak RUU Kamnas, hapus UU Ormas, hapus UU BIN. Mereka membawa berbagai poster di antaranya bertuliskan, "Tolak Pengesahan RUU Pilkada", "Jangan Bungkam Suara Rakyat", "Wujudkan Demokrasi Bukan Oligarki", "Jangan Potong Demokrasi Rakyat", dan lain-lain.
Massa ditemui oleh anggota dewan dari fraksi Gerindra Suroyo. Ia mengatakan akan membahas tuntutan setelah komisi-komisi di dewan terbentuk.
Namun hal itu ditanggapi aktivis dengan kata 'omong kosong.' Para aktivis kemudian membubarkan diri untuk melanjutkan aksi ke titik nol kilometer Yogyakarta.
(try/try)