Menagih Komitmen Jokowi Bentuk Kabinet Profesional

Menagih Komitmen Jokowi Bentuk Kabinet Profesional

- detikNews
Selasa, 16 Sep 2014 08:07 WIB
Jakarta - Tak sekali dua kali Joko Widodo dalam masa kampanye melontarkan komitmennya untuk membangun suatu kabinet pemerintahan yang mengedepankan profesionalisme. Janji ini ditagih seiring pengumuman terbaru Jokowi untuk memberikan banyak ruang bagi kalangan partai politik di pemerintahan.

Memang selama ini di Indonesia koalisi dijalin dengan pola power sharing. Selalu ada bagi-bagi jatah menteri. Setelah seorang capres menang, berbagai pertemuan dilakukan untuk deal kursi menteri.

Di masa kampanye Pilpres 2014 kemarin, Joko Widodo datang membawa angin segar. Dia menyatakan komitmennya untuk membentuk kabinet yang bebas dari aksi bag-bagi kursi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kala itu, meski banyak yang meragukan mengenai konsep anti bagi-bagi kursi di kabinet ini, Jokowi tetap optimistis. Rasa percaya diri mantan Walikota Solo ini timbul lantaran dia pernah menerapkan pendekatan serupa.

"Bukan mustahil kok itu kalau tidak bagi-bagi kursi. Kita pernah punya pengalaman di Solo, terus di Jakarta ini juga nggak ada istilah bagi-bagi kursi," sebut Jokowi di suatu waktu di tengah masa kampanye.

Belakangan, setelah dinyatakan memenangi Pilpres oleh KPU dan dikuatkan MK, Jokowi mulai menyusun kabinetnya. Dan pria yang masih menjabat sebagai gubernur DKI ini pun mulai menata komposisi kabinetnya. Hasilnya, Jokowi mengumumkan pemerintahannya akan diisi 18 orang profesional dan 16 orang profesional parpol.

Mengenai alasan mengapa sampai ada 16 menteri dari unsur parpol di kabinet, Wapres terpilih Jusuf Kalla menyatakan hal tersebut tak terlepas dari realitas politik. "Itu karena realitas politik," ujar JK.
β€Ž
Komposisi di atas dianggap tidak mencerminkan 'pemerintahan profesional' yang digaungkan Jokowi sejak awal. Nyaris setengah dari komposisi kabinet akan dihuni oleh orang-orang yang berlatar belakang partai politik, sekali pun nantinya mereka melepaskan jabatan mereka di partai.

"Jokowi tidak bisa melepaskan diri dan menghindari realitas politik saat ini. Janji kabinet ramping, tidak ada deal-deal politik, tidak bagi-bagi kursi akhirnya tidak terwujud," kata Direktur PolcoMM Institute Heri Budianto.

Sebanyak 16 pos dari total 34 kementerian atau 47 persen dianggap sebagai jumlah yang terlalu banyak untuk ukuran kabinet yang diklaim dibentuk tanpa bagi-bagi jatah menteri. "Kita nggak mau bagi-bagi kursi. Pemerintahan ke depan harus profesional. Rakyat nggak akan menikmati kalau pemerintah cuma bagi-bagi kursi," ujar Jokowi pertengahan April silam.

Besarnya ruang untuk perwakilan parpol dalam kabinet itu juga bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Jokowi bahwa dia akan benar-benar mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam sistem kabinet presidensiil, di mana seorang presiden memiliki kewenangan penuh dalam menentukan anggota kabinet.

Jokowi menyatakan tidak ada transaksi politik. Yang mendasari koalisi semata-mata karena kerjasama. "Ini sistem presidensial, ya kan. Jadi, yang namanya bagi-bagi kursi, bagi-bagi menteri, itu hanya ada di koalisi parlementar. Kita presidensial, kerja sama. Kalau bareng-bareng, ya harus mau kerja sama," ujarnya.

Sedangkan pakar psikologi politik UI Hamdi Muluk menyatakan untuk menilai apakah langkah Jokowi mengakomodir 16 profesional partai, melenceng dari janji pada masa kampanye atau tidak, perlu dilihat siapa saja sosok 16 orang tersebut.

"Ya memang harapan masyarakat kan seluruhnya atau lebih banyak profesional murni. Kita lihat dulu siapa-siapa 16 orang profesional partai ini, " ujar Hamdi.

"Yang jelas kan sudah ada rambu-rambunya. Yang masuk dalam kabinet harus keluar dari partai, tidak boleh ada di dalam struktural. Kita tunggu saja," sambung Hamdi.



(fjp/bar)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads