"Puncak kemarau diperkirakan hingga Oktober 2014 sehingga potensi kebakaran akan makin meluas jika tidak ada pengendalian," kata Sutopo kepada detikcom, Senin(15/9/2014).
Dijelaskan Sutopo, berdasarkan data 2006-2014, pola hotspot di Sumatera dominan terjadi pada pertengahan Juni-Oktober, dan di Kalimantan pada Agustus-Oktober. Puncak hotspot adalah bulan September-Oktober. Daerah-daerah yang terbakar adalah lahan gambut yang sulit dipadamkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait meningkatnya hotspot di kalimantan, kata Sutopo, BNPB telah mengerahkan 7 helikopter water bombing untuk memperkuat BPBD dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Di Riau, ditempatkan 1 helikopter Bolco dan 1 Sikorsky untuk water bombing. 300 personil TNI dan Polri dikerahkan memadamkan titip api. Manggala Agni dan relawan juga terlibat pemadaman. Di Sumatera Selatan, 3 helikopter yaitu Bolco, MI-8, dan Kamov beroperasi.
BPBD berkoordinasi dengan instansi terkait melakukan pemadaman dengan mengerahkan 120 personil. Di Kalimantan Tengah dilakukan pemadaman udara dengan helikopter MI-8, sedangkan di darat tim gabungan dari BPBD, TNI, Polda, BMKG, Dinas Kehutanan, Manggala Agni, dan relawan terlibat dalam pemadaman. Di Kalimantan Barat dengan helikopter Bolco dan pemadaman di darat.
Ditambahkan Sutopo, sebagian besar penyebab kebakaran adalah dibakarnya areal kebun dan hutan. Hingga kini upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan terus dilakukan. Asap dari Riau dan Sumatera Selatan telah menyebar ke Singapura sehingga menyebabkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Singapura dan sebagian Malaysia naik menjadi sedang (moderate).
(bar/fjp)