Perdebatan Pilkada Langsung atau Tidak Pernah Bikin Panas MK di 2005

Perdebatan Pilkada Langsung atau Tidak Pernah Bikin Panas MK di 2005

- detikNews
Minggu, 14 Sep 2014 17:07 WIB
Jakarta - Perdebatan mekanisme Pilkada apakah dipilih langsung oleh rakyat atau oleh DPRD kembali mencuat beberapa hari terakhir. Ternyata sembilan tahun lalu, diskursus ini sudah membuat panas Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2005 lalu.

Saat itu 5 LSM dan 16 orang menggugat UU No 32/2004 tentang Pemda ke MK. Salah materi UU Pemda yang diperdebatkan adalah mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diatur dalam Pasal 56 hingga Pasal 119. Pada pokoknya pasal-pasal tersebut mengatur tentang pilkada langsung.

Dalam persidangan, terjadi silang pendapat yang cukup serius. Apakah arti demokratis dalam UUD 1945 diartikan pemilihan langsung atau tidak. Pasal 18 ayat 4 Perubahan Kedua UUD 1945 menyatakan 'Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadir dalam sidang tersebut mewakili DPR yaitu Patrialis Akbar dan Lukman Hakim Saifuddin. Hadir pula J Kristiadi, Ryas rasyid, Ketua KPU Nazaruddin Syamsudin,

Dalam persidangan itu, Patrialis setuju jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Kini Patrialis menjadi hakim konstitusi.

"Bahwa ternyata di negara yang demokrasi yang namanya Prancis, itu yang namanya Gubernur sebagai pejabat publik tidak dipilih melalui Pemilihan Umum. Jadi Gubernurnya di drop dari pusat, DPRD-nya terima, kalau dia jelek melaksanakan tugas dikembalikan dan Pemerintah Pusat wajib menerima itu," kata Patrialis sebagaimana dikutip dari risalah sidang yang dikutip dari website MK, Minggu (14/9/2014).

"Jadi kita berbeda konstitusinya dengan negara lain, tergantung dari suasana
kemasyarakatan yang kita miliki. Jadi memang agak susah, ini kalau kita bicara
masalah Pemilihan Umum berkenaan dengan pejabat publik tadi," ujar Patrialis.

Dalam kacamata Patrialis, apakah langsung atau tidak, pilkada bukan masalah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Tetapi merupakan kewenangan pembuat UU antara legislatif dan pemerintah.

"Oleh karena itu, kalau kami melihat, bahwa pertanyaan yang terakhir tidak ada halangan sebenarnya, UU No 32 ini kita lakukan, karena menurut kami memang
tidak ada bertentangan dengan UUD. Saya kira begitu," ujar Patrialis.

Dalam perkara tersebut, pemohon menggugat kepada siapa KPUD bertanggungjawab. Kepada publik atau kepada DPRD. Pemohon tidak mempermasalahkan keabsahan pilkada lansung atau tidak. Dalam putusannya, MK menyatakan KPUD bertanggungjawab ke publik.

"Oleh karena itu KPUD harus bertanggung jawab kepada publik bukan kepada DPRD sedangkan kepada DPRD hanya menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya, seperti yang ditentukan dalam Pasal 57 ayat (2) UU Pemda," putus MK yang saat itu diketuai Jimly Assidiqqie.

(asp/rmd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads