Tapi pidana dalam pasal 76 dan pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran tetap ditimpakan kepadanya.
"Memang benar bisa PK, tapi bagiamana kalau saya dimasukkan penjara? Siapa yang akan nanggung?" kata dr Bambang kepada detikcom, Minggu (14/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk pendidikan spesialis bedah diraihnya dari Universiti Sains Malaysia pada 2002 dan pada 2006 mendapat pengakuan adaptasi dari Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia dari Bagian Bedan Fakultas Kedokteran UGM.
Pria kelahiran 23 April 1960 itu bergabung ke Persatuan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (PABI-IGSS) pada 7 September 2006. Selain itu, spesialis bedahnya juga telah diakui oleh Konsul Kedokteran Indonesia.
Pada 15 Agustus 2006, dr Bambang mendapat surat perintah dari Kepala Rumah Sakit Dinas Kesehatan Tentara (DKT) Madiun untuk berpraktik di RS itu. Hal itu disanggupi dr Bambang dengan status dokter tamu.
Namun siapa sangka, di RS DKT inilah dirinya terjerat kasus hukum. Pada Oktober 2007 dia menangani pasien Johanes Tri Handoko dan melakukan bedah untuk mengangkat tumor di ususnya. Tidak berapa lama, Johanes dirujuk ke Surabaya. Sepulangnya dari Surabaya, Johanes mempolisikan dr Bambang pada Februari 2008 terkait izin praktiknya. Pada 20 Juli 2008, Johanes meninggal dunia.
Setelah perkara diperiksa PN Madiun, dr Bambang divonis lepas dari segala tuntutan hukum. Anehnya, pada 30 Oktober 2013 MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada dr Bambang.
MA menyatakan dr Bambang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik dan tidak memenuhi kewajibannya memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Andi Samsan Nganro. MA tidak menjatuhkan pidana denda kepada dr Bambang.
Padahal pada 19 Juni 2007 MK telah menganulir ancaman pidana dalam pasal 76 dan pasal 79 huruf c itu. Sehingga pasal 76 berbunyi:
Dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Sedangkan pasal 79 huruf c menjadi berbunyi:
Dipidana dengan denda paling banyak Rp 50 juta setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini