Minggu lalu, prodigy musik kelahiran Bali, 25 Juni 2003, itu diundang untuk tampil pada sebuah gala yang dipersembahkan untuk menghormati mantan Presiden AS Bill Clinton di New York, Amerika Serikat. Detikcom berkesempatan menemui Joey dalam acara resepsi diplomatik yang diselenggarakan oleh KBRI Washington DC.
Pada kesempatan itu, Joey menyuguhi para tamu dengan irama alunan piano yang mengalun dari sentuhan jemari kecilnya yang terampil. Di antara para tamu itu adalah mantan calon presiden AS John McCain dan Wakil Menteri Luar Negeri AS William J. Burns.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengalaman Joey dalam menapaki dunia musik dimulai dari usia dini. Saat Joey berumur enam tahun, ayahnya yang juga hobi musik membelikan sebuah keyboard kecil. Sang ayah memainkan alat musik itu di depan Joey untuk mengetahui minat anaknya terhadap musik. Rupanya Joey kecil amat tertarik.
Bukan itu saja, Joey juga menunjukkan bakat yang luar biasa. Dia dengan cepat dapat menyerap apa yang diajarkan oleh ayahnya. Dia bahkan bisa membawakan melodi 'Well, You Neednβt' karya musisi jazz ternama asal Amerika, Thelonious Monk.
Sejak itu Joey tak pernah lepas dari piano. Memilih homeschooling, setiap hari Joey berlatih memainkan alat musik temuan Bartolomeo Cristofori itu selama minimal tiga jam. Ayahnya sendiri lah yang menjadi guru buat Joey. Beberapa kali dia sempat mendatangkan guru les, tapi tidak pernah bertahan lama.
βJoey lebih suka belajar sendiri. Pernah beberapa kali mengundang guru les, tapi tidak pernah lama. Paling lama delapan bulan,β kata ibunda Joey, Fara Urbach.
Hal yang menonjol dari Joey adalah kemampuannya untuk mempelajari nada dengan mengandalkan telinga dan perasaannya. Dia mampu mengenali nada dengan tepat dan mengingatnya dengan cepat.
Dia memiliki perfect pitch. Kemampuan semacam itu tidak dimiliki oleh sembarang musisi. Kecocokan antara bakat dan karakter musik jazz itulah yang membuat Joey jatuh cinta pada musik jazz.
βYang aku suka dari jazz adalah aku bisa berimprovisasi. Musik jazz itu spontan. Musiknya freedom, tapi juga deep. Memainkan jazz harus dengan feeling. Aku bisa mengekspresikan perasaan lewat musik jazz,β tutur Joey.
Berkat bakat pembawaan dan disiplin latihan yang dia jalankan, keterampilan Joey meningkat dengan pesat. Dalam waktu kurang dari empat tahun, Joey sudah mampu memainkan lagu-lagu dengan tingkat kerumitan tinggi dan menghafalnya di luar kepala.
Selain dari ayahnya, Joey mempelajari lagu-lagu itu secara otodidak dari Youtube. Idolanya adalah para musisi jazz papan atas dunia seperti Bill Evans, Herbie Hancock, dan Wynton Marsalis. Secara tidak langsung mereka lah guru Joey.
Suatu hari di bulan Desember 2013, iCanStudioLive di Jakarta merekam penampilan Joey dan mengunggahnya di Youtube. Video berdurasi 14 menit itu rupanya menarik minat kalangan pecinta musik jazz dari berbagai negara. Tautan video berjudul 'Sons of the Future' yang hingga kini telah dibuka sebanyak 179 ribu kali tersebut menuai banyak pujian.
Mereka takjub dengan kepiawaian Joey memainkan piano. Di antara orang yang tertarik itu adalah Ellen DeGeneres, host pada salah satu acara TV paling populer di Amerika, The Ellen DeGeneres Show.
βTidak lama setelah rekaman di Youtube keluar, kami dihubungi oleh tim dari The Ellen DeGeneres Show. Mereka ingin mengundang Joey untuk tampil di acara tersebut. Tapi karena kami tinggal di Indonesia, akhirnya mereka mewawancarai Joey dari jarak jauh,β tutur Fara.
Tak hanya sampai di situ, Joey juga mendapat undangan untuk tampil di Jazz at Lincoln Center, New York, bulan Mei 2014. Yang mengundang adalah Wynton Marsalis, komposer ternama dari Amerika yang juga Direktur Artistik Jazz at Lincoln Center. Joey membawakan lagu Round Midnight karya Thelonious Monk, musisi yang menjadi βguruβ pertama bagi Joey.
Berita mengenai Joey pun mulai menghiasai media-media internasional ternama, seperti CBS dan The Wall Street Journals . Mereka menyebut Joey dengan sebutan prodigyβorang dengan bakat luar biasa.
βMeski di acara itu tampil banyak legenda jazz dan komedian, tapi pada saat gala dinner kebanyakan peserta tidak henti-hentinya membicarakan tentang versi piano dari lagu Round Midnight karya Thelonious Monk yang dibawakan oleh Joey Alexander, prodigy umur 10 tahun dari Jakarta, Indonesia,β demikian tulis The Wall Street Journals.
Dengan talenta yang dimilikinya, Joey telah melangkah jauh di usia yang amat muda. Selain di Amerika, Joey juga pernah tampil di Eropa, seperti di Copenhagen Jazz Festival 2014, Denmark. Sebelum namanya mencuat di Amerika, Joey bahkan telah mendapatkan penghargaan Grand-Pix Award setelah memenangkan kontes jazz di Ukraina pada bulan November 2013.
Bagi Joey, musik adalah dunia dan masa depannya. Ke depan, dia ingin fokus dan terus mengembangkan kemampuan musiknya.
βCita-citaku adalah terus bermain musik. Aku suka musik, dan aku ingin terus tampil. Aku juga ingin rekaman,β kata Joey.
Sayangnya, bakat cemerlang Joey kurang mendapat tempat di Indonesia. Meski sudah mulai tumbuh, namun industri musik jazz di tanah air belum cukup menjanjikan. Karena itu, Joey dan keluarganya berencana tinggal di Amerika untuk mengembangkan bakat dan karirnya.
Dalam waktu dekat, Joey yang sudah mengarang tujuh lagu ini akan melakukan rekaman. Saat ini sudah ada record label dari New York yang berkomitmen menjadi mitranya.
Sembari berkarir di industri musik internasional, Joey tetap menyemaikan harapan pada perkembangan musik tanah air. βSaya berharap masyarakat Indonesia semakin menyukai jazz,β ucapnya.
Selamat berkaya, Joey. Sukses selalu!
(kha/kha)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini