Geuchik Desa Lambada, Abdul Kader, mengatakan, setelah tsunami melanda Aceh 10 tahun silam, warga di desanya belum pernah merasakan fasilitas air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka mengkonsumsi air dari sumur bor yang dibuat pascatsunami.
"Sumur bor ini sumur lama direhab kembali. Tapi juga tidak sehat untuk dikonsumsi karena kualitas airnya diragukan," kata Abdul kepada wartawan saat dijumpai di Lambada, Jumat (12/9/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Air ini dialiri ke rumah warga selama dua jam setiap hari. Hal karena debit air sumur bor tersebut tidak mencukupi kebutuhan warga," jelas Abdul.
Sementara untuk keperluan mencuci dan mandi, warga menggunakan air dari sumur yang diduga sudah terkontaminasi logam berat saat tsunami menerjang Aceh 10 silam tahun.
"Rasa air sumur pascatsunami sudah berubah. Sekarang sudah payau rasanya padahal sebelum tsunami masih seperti biasa," ungkapnya.
Sulitnya mendapatkan air bersih membuat warga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan ini terpaksa membeli air kemasan isi ulang untuk dikonsumsi.
Menurutnya, warga desa tersebut sudah melakukan sejumlah upaya agar desa mereka mendapatkan air bersih dari PDAM Tirta Mountala Aceh Besar. "Tapi hingga kini kami belum memperolah air bersih dari PDAM," ujar Abdul Kader.
(ahy/spt)











































