Sejumlah perempuan menggugat UU Perkawinan terkait batas minimal usia pernikahan untuk perempuan. Salah satu penggugat mengajukan judicial review ini karena tak ingin yang dialami orangtuanya terulang ke anaknya. Orangtua penggugat rupanya menikah ketika usai 11 tahun.
"Ibu saya dulu nikah usia 11 tahun saya enggak ingin kayak gini lagi terjadi ke keluaga saya," ujar salah satu penggugat, Hidayatut Thoyyibah, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (8/9/2014).
Selain itu, Hidayatut juga melakukan gugatan ini karena dia mempunyai 2 anak laki-laki dan 1 perempuan. Menurutnya, batas usia perempuan yang ada dalam UU Perkawinan saat ini tidak tepat, di mana usia 16 tahun seorang perempuan sudah diperbolehkan untuk menikah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidayatut mengajukan gugatan ini bersama 5 warga lainnya dibantu beberapa LSM yang bergerak di bidang perempuan. Mereka meminta MK untuk membatalkan pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Dalam sidang siang tadi, ketua majelis persidangan, Patrialis Akbar, meminta penggugat untuk memperbaiki gugatannya. Salah satunya ialah isu tentang pengertian baliqh konteks masalah UU Perkawinan. Sebelumnya pasal terkait juga telah digugat oleh yayasan perempuan lainnya dan sidang masih bergulir. Atas hal itu, Patrialis meminta gugatan itu digabungkan karena memiliki materi yang sama.
Sidang tersebut akan dilanjutkan dengan agenda perbaikan.
Selain itu, UU Perkawinan juga tengah digugat terkait syarat perkawinan harus satu agama. Pemohon yang umumnya jebolan FH UI itu meminta supaya pernikahan beda agama dilegalkan.
(rvk/asp)