Pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan kertas dan paku. Sebenarnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah menyiapkan perangkat pemungutan suara elektronik atau disebut e-voting. Namun penerapan secara masif untuk pemungutan suara di Indonesia masih terkendala.
"Kita sudah siap dengan peralatan ini. Yang dibutuhkan sekarang adalah payung hukumnya dan pengadaannya," kata Chief Engineer program e-voting PTIK BPPT, Faisol Abdullah, di pameran dan seminar 'Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan' yang diselenggarakan relawan Jokowi-JK, RJK2, di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/9/2014).
Menurut Faisol, peraturan PKPU belum memayungi penggunaan alat e-voting ini. Namun, masih menurut Faisol, sebenarnya Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membolehkan lewat putusannya pada 2010.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peralatan yang digunakan terlihat cukup sederhana, yakni monitor-PC (jenis all in one), printer, kartu elektronik, dan pembaca kartu elektronik (card reader). Sambil menerangkan, Faisol menjelaskan mekanisme penggunaan e-voting.
Pertama, pemilih memasukkan kartu pemilihnya ke dalam card reader. Maka nama dan foto calon pemimpin itu bakal muncul di layar monitor. Tinggal sentuh saja foto calon pemimpin itu, maka data otomatis akan terekam secara elektronik. Terakhir, struk pemilihan suara keluar lewat printer dan dimasukkan ke kotak suara.
"Ini stand alone (berdiri sendiri) tanpa koneksi internet. Jadi tidak bisa di-hack," kata anggota tim, Zuwelly, menambahkan.
Biaya kasar untuk pengadaan perangkat e-voting adalah Rp 10 juta per TPS. Namun jika diproduksi massal bisa lebih murah. Apalagi jika pengadaannya diperkirakan hanya perlu lima tahun sekali menilik keawetannya dan bisa dipakai berulang-ulang.
"Kita mempertahankan azas Langsung Umum Bebas dan Rahasia, serta Jujur dan Adil. Dan ini lebih cepat dari pakai kertas suara. Jika pakai kertas maka waktu pencoblosan adalah satu hingga tiga menit. Jika pakai e-voting, rata-rata 30 detik," tutur Zuwelly.
Hingga sekarang, perangkat yang digunakan memang masih bukan bikinan dalam negeri. Namun peneliti ini percaya perangkat sederhana ini tidak sulit dibikin oleh anak bangsa.
(dnu/nik)