Ponpes Sejati dan Masyarakat Hitam Putih di Mata Wamenag

Ponpes Sejati dan Masyarakat Hitam Putih di Mata Wamenag

- detikNews
Rabu, 03 Sep 2014 01:33 WIB
Jakarta - Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar bercerita soal keberadaan pondok pesantren saat ini yang sudah beragam fungsinya. Tujuan utama pesantren untuk mendalami agama kini semakin pudar seiring dengan banyaknya lembaga yang membuka yayasan pendidikan atas nama pesantren.

Padahal menurut Nazaruddin, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling sejati di mana di dalamnya terdapat orang yang bersungguh-sungguh mencari ilmu Tuhan. Usatdz dan pengajarnya betul-betul menguasa ilmu agama.

"Sering kali kita dengar celoteh tidak mesti kita kuasa kitab atau bahasa Arab karena sudah diterjemahkan. Sehingga kita tidak perlu pahami dengan memperdalam bahasa yang bukan asal kita. Hemat saya, akan banyak dampaknya kalau deklarasi hal misalnya adanya pemahaman yang dangkal," kata Nazaruddin di acara Ta'aruf Pelantikan Dewan Hakin dan Pembukaan Halaqoh Pondok Pesantren Se-Indonesia, di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Jambi, Selasa (2/9/2014) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paham tersebut menurutnya bisa menimbulkan banyak pesantren yang mirip pesantren sejati, di mana ustadnya tidak bisa bahasa Arab dan hanya mengajar dari kitab terjemahan. "Apa jadinya masyarakat kalau yang bina mereka itu adalah yang menyamar sebagai layaknya kyai. Membuka lembaga pendidikan sebagaimana sebuah pesantren tapi sesungguhnya isinya tidak," jelas Nazaruddin.

Nazaruddin menjelaskan, Ponpes sejati adalah yang mengajarkan semantik bahasa Arab, sejarah islam, ilmu fiqih dan ilmu agama lainnya. Ponpes juga sebaiknya tidak usah menggunakan istilah 'Ponpes Modern' karena sejatinya adalah lembaga pendidikan paling modern.

‪"Sudah saatnyaa kembalikan nilai pesantren yang mulai tergerus. Menurut hemat saya, Ponpes tidak perlu taruh label modern. Di Australia Ponpes ternyata lembaga pendidikan paling modern dengan sistem boarding school. Di Inggris diterapkan sistem sekolah boarding school, cara mendidik anak itu ya boarding," katanya.

Dia juga mengatakan, kini Kementerian Agama lebih selektif dalam memberikan legitimasi kepada pesantren atau madrasah agar sesuai dengan fungsinya mengajarkan ajaran agama dengan guru yang berkualitas. Selain itu, Nazaruddin juga menyinggung masyarakat yang menurutnya cenderung menyukai sesuatu yang teatrikal dibandingkan yang sebenarnya.

Masyarakat, menurut Nazaruddin, lebih suka Ustadz yang bisa melucu dan membuat tertawa dari pada menyampaikan ajaran yang berdasarkan kitab. Terkadang Ustadz sangat mudah mengatakan yang ini halal dan itu haram. Padahal MUI saja membutuhkan waktu untuk menentukan hukum dari sesuatu hal.

"Apa jadinya kalau masyarakat agamanya hitam putih, antara haram dan haram saja. Padahal di dalam Islam kita mengenal banyak hukum," katanya.

(slm/vid)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads