Curhat Orangtua Korban Kasus JIS, Pindah Negara Hingga Dikira Gila

Curhat Orangtua Korban Kasus JIS, Pindah Negara Hingga Dikira Gila

- detikNews
Selasa, 02 Sep 2014 02:27 WIB
Jakarta - Kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) memang telah bergulir di pengadilan. Lima tersangka pun telah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, persidangan tersebut hanya sekelumit kisah perjalanan panjang kasus ini. Dari satu orang korban yang berani mengungkapkan peristiwa yang dialaminya menimbulkan keberanian kepada dua korban lainnya untuk buka suara.

Keluarga korban kedua dan ketiga sejauh ini telah melaporkan kejadian yang menimpa anak mereka ke pihak yang berwajib. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun juga telah mereka datangi dan berjanji untuk memberikan dukungan sepenuhnya kepada korban.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Walaupun begitu, kesulitan pun kerap melanda keluarga korban. Selain tak diterimanya anak mereka di sekolah lain, para keluarga korban pun harus berpindah tempat hingga ke negara lain karena merasa diteror oleh oknum sehingga merasa hidup mereka sekeluarga terancam.

"Saya sampai pindah rumah 7 kali, bahkan sudah pindah dari sini. Karena begitu sering saya mendapat teror dari orang yang tak dikenal," ujar salah seorang ibu korban saat ditemui, Senin (1/9/2014).

Selain itu, suaminya pun bahkan pernah disuruh seseorang untuk dipecat dari tempatnya bekerja. "Untung atasan suami saya paham sekali dengan kasus ini, sehingga mereka tetap mempertahankan suami saya, bahkan memberikan dukungan agar kami mendapatkan keadilan terhadap apa yang menimpa anak kami," jelasnya.

Sang ibu dari korban pertama pun juga mengalami hal yang sama. Buah hati kesayangannya pun ditolak untuk masuk ke sekolah lain karena kasus yang menimpa bocah malang tersebut.

"Saat ini terpaksa anak saya homeschooling. Karena ketika saya mencoba memasukkan ke sekolah lain anak saya ditolak tanpa alasan yang pasti. Padahal prosedur masuk sekolah sudah disepakati, tapi ternyata dibatalkan secara sepihak," tuturnya.

Anggapan gila pun pernah didapatkan dari sang suami ini saat mencoba menginformasikan bahwa anak mereka menjadi korban. "Awalnya tidak percaya bahkan menganggap saya gila. Tapi saya tahu ada yang salah dengan anak saya sehingga saya tak pernah berhenti bertanya sampai dia mengaku, bahkan ke suami saya. Setelah itu barulah suami percaya, sampai-sampai tak habis pikir, sekolah dengan sistem keamanan yang begitu ketat dapat tersusupi hal seperti ini," ungkapnya.

Kedua wanita ini mengakui bahwa kemungkinan akan ada korban lain yang berjatuhan apabila semua pelaku tidak diadili dan diganjar hukuman yang sepantasnya. Walaupun begitu, hingga saat ini mereka masih terus berjuang menemukan keadilan untuk anak-anak mereka, bahkan untuk yang menjadi korban kekerasan seksual.

"Tak ada yang ingin memusuhi atau menjatuhkan nama baik sekolah. Kami hanya ingin sekolah berevolusi, kami ingin sekolah bekerjasama memutus mata rantai kasus ini. Kita hanya ingin mengungkap oknum yang melakukan ini kepada korban," tutupnya.

(rni/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads