Mengenal Suhadi, Satu-satunya Hakim yang Menolak Bebaskan Siswa Pengedar Ganja

Mengenal Suhadi, Satu-satunya Hakim yang Menolak Bebaskan Siswa Pengedar Ganja

- detikNews
Senin, 01 Sep 2014 09:17 WIB
Suhadi (dok/detikcom)
Jakarta - Dari 9 hakim, hakim agung Suhadi menjad satu-satunya hakim yang menolak membebaskan siswa SMK pengedar ganja, SP. Delapan hakim lainnya--dua di antaranya hakim agung--memilih membebaskan SP dan mengembalikan SP ke orang tua.

SP ditangkap Polres Stabat karena menjadi bandar ganja dengan pasar teman-temannya. Saat tertangkap pada 2010 lalu, SP mengedarkan 18 paket ganja dan 35 siap edar.

Atas perbuatannya, SP pun diadili dengan dakwaan pasal 114 dan 111 UU Narkotika dengan ancaman 15 tahun penjara. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut SP dihukum 5 tahun penjara. Siapa nyana, pada 25 Januari 2011 Pengadilan Negeri (PN) Stabat membebaskan SP dari tuntutan dan mengembalikan ke orang tua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan pada 7 Juni 2011. Duduk sebagai ketua majelis Rivai Rasyad dengan anggota Elang Prakoso Wibowo dan Kresna Menon. Atas hal itu, jaksa pun kasasi dan kandas.

Duduk sebagai ketua majelis Dr Imron Anwari dengan anggota Dr Zaharuddin Utama dan Suhadi. Dalam vonis itu, hakim agung Suhadi memilih mengajukan dissenting opinion (DO). Menurut Suhadi, putusan PN Stabat dan PT Medan nyata-nyata keliru sebab pemberlakukan restorative justice belum mempunyai landasan hukum. UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang mengatur tentang diversi dan restorative justice belum ada peraturan pemerintah (PP)-nya.

"Sangat tidak adil, judex factie hanya menghukum dengan tindakan (dikembalikan ke orang tua) tanpa dijatuhi penjara. Padahal terbukti melanggar pasal 114 ayat 1 UU No 35/2009 tentang Narkotika sebagai pengedar dan perantara jual beli ganja," cetus Suhadi dalam amar putusan sebagaimana dikutip detikcom dari website MA, Senin (1/9/2014).

"Narkotika bagi Indonesia bukan lagi sebagai perkara biasa tetapi sudah dipandang perbuatan luar biasa atau extra ordinary crime yang menjadi musuh utama bangsa Indonesia karena akibatnya merusak mental bangsa terutama anak-anak bangsa," ungkap mantan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang itu.

Siapakah Suhadi?

Sebelum menjadi hakim agung pada 2011, Suhadi menjadi Panitera MA. Sebelum menjadi panitera, dia merupakan hakim karier yang telah malang melintang di Indonesia dan sempat menjadi Ketua PN Tangerang pada 2007.

Di koleganya, Suhadi dikenal sebagai hakim sederhana. Kesederhanaan Suhadi terlihat dari Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pada 2001 saat itu dia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Sumedang, Jawa Barat dengan kekayaan Rp 206 juta.

Saat itu dia memiliki tanah dan bangunan di Kota Mataram yang dibeli dari uang saku pribadi sebesar Rp 65,4 juta. Sehari-hari dia memakai Toyota Kijang tahun 1996 seharga Rp 73 juta. Untuk perjalanan jarak dekat, dia memakai Honda Astrea 800 buatan tahun 1983 seharga Rp 2 juta.

Adapun logam mulia, mantan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Tangerang ini hanya memiliki perhiasan senilai Rp 22,3 juta yang dibeli kurun 1996-2000. Suhadi tidak memiliki surat berharga sama sekali dan hanya memiliki tabungan Rp 44 juta.

Pada 2007 dia menjabat Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) dengan kekayaan meningkat menjadi Rp 2,1 miliar. Peningkatan kekayaan diperoleh dari tanah yang dibeli sendiri di Kota Bandung seharga Rp 431 juta, di Tangerang sebesar Rp 259 juta dan kenaikan harga tanah yang dimilikinya di Mataram.

Meski menjabat pegawai Eselon II, Suhadi masih mempertahankan Astrea-nya. Lalu dia menjual Toyota Kijang bnututnya yang diganti dengan Toyota Fortuner seharga Rp 412 juta.

"Sebelumnya, saya beli mobil bekas sewaktu jadi Ketua PN Sumedang. Karena sering mogok, saya jual. Selama 3 tahun, ke mana-mana pakai mobil dinas. Lalu saya beli Toyota Fortuner cash, hasil nabung 3 tahun," kata Suhadi dalam wawancara calon hakim agung di Komisi Yudisial (KY) pada akhir 2011.

Jika pada 2001 tabungan hanya Rp 44 juta, setelah jadi Panitera Muda, tabungan Suhadi menjadi Rp 666 juta. Suhadi menjelaskan kepemilikan rekening Rp 600 juta atas nama istrinya. Menurutnya, uang sebesar itu berasal dari bisnis mutiara yang ditekuni sejak 1996. Mutiara itu diambil dari Nusa Tenggara dan dipasarkan di Aceh dan wilayah Indonesia lainnya. Istri Suhadi sendiri merupakan bidan dan tugas di Tangerang.

(asp/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads