Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis tingkat pertama dan banding yang membebaskan SP, siswa SMK, dari tuntutan 5 penjara. SP dikembalikan ke orang tua dalam kasus peredaran narkotika dengan bukti 18 paket ganja siap pakai.
Vonis MA ini diketok olah tiga hakim agung yaitu Dr Imron Anwari, Dr Zaharuddin Utama dan Suhadi. Dalam vonis itu, hakim agung Suhadi memilih mengajukan dissenting opinion (DO) karena SP layak dikenakan hukuman penjara.
"Sangat tidak adil, judex factie hanya menghukum dengan tindakan (dikembalikan ke orang tua) tanpa dijatuhi penjara. Padahal terbukti melanggar pasal 114 ayat 1 UU No 35/2009 tentang Narkotika sebagai pengedar dan perantara jual beli ganja," cetus Suhadi dalam amar putusan sebagaimana dikutip detikcom dari website MA, Jumat (29/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Narkotika bagi Indonesia bukan lagi sebagai perkara biasa tetapi sudah dipandang perbuatan luar biasa atau extra ordinary crime yang menjadi musuh utama bangsa Indonesia karena akibatnya merusak mental bangsa terutama anak-anak bangsa," ungkap mantan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang itu.
Dalam kasus tersebut, menurut Suhadi, SP terlihat cukup profesional, yaitu dengan alasan untuk menolong temannya yang menunggak uang sekolah 3 bulan. Tapi hal itu malah dimanfaatkan SP dengan menjadikan temannya sebagai kurir ganja. Temannya mendapatkan keuntungan apabila ganja tersebut sampai ke para pemakai. Di kasus itu, uang pembelian temannya Rp 200 ribu dibelikan ganja 35 paket siap pakai. Tapi oleh SP, 35 paket tersebut dia tilep untuk sebagian dia jual sendiri.
"Kalau benar mau menolong temannya, semua ganja yang dibeli dari uang temannya, diserahkan semuanya kepada temannya guna dijual seluruhnya untuk membayar uang sekolah temannya," ucap Suhadi yang menjabat Panitera MA sebelum menjadi hakim agung itu.
Atas pertimbangan itu, Suhadi menilai judex factie (Pengadilan Negeri Stabat dan Pengadilan Tinggi Medan) telah kurang dalam pertimbangan hukum (onvoldoende gemotiveerde) yaitu hanya dari satu sisi terdakwa sebagai anak nakal. Tetapi tidak dipertimbangkan bahaya narkotika yang semakin meluas.
"Bila terdakwa hanya dikenakan tindakan tanpa dipenjara, dapat menganggap dirinya tidak bersalah dan tidak membawa efek jera," ujar Suhadi
Apa daya, suara Suhadi kalah saat voting pada 14 Mei 2013 lalu. Imron dan Zaharuddin menolak permohonan jaksa supaya SP dihukum penjara. SP pun dikembalikan ke orang tuanya. Di kasus itu, SP sempat dipenjara sejak 27 September 2010 hingga 26 Oktober 2010.
(asp/nrl)