"Yang paling utama adalah masalah sistem komando dan operasi," kata Tito usai peluncuran bukunya bertajuk 'Bhayangkara di Bumi Cendrawasih' βyang digelar di gedung PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2014).
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri βini mengatakan, masalah komando pengendalian dan operasi ini menjadi utama, karena jumlah anggota kepolisian yang mencapai 14 ribu anggota yang terletak di 33 Polres, tersebar di wilayah Papua yang sangat luas, lebih kurang empat kali luas Pulau Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tito mengatakan, sistem komunikasi dan informasi perlu diperbaiki, agar komunikasi antara petugas di lapangan, terutama di Polsek dan Polres dengan jajaran di atasnya dapat terkoneksi dengan baik.
β
"Kalau sistem kodal baik, maka informasi akan mengalir dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Ini hambatan paling besar. Bayangkan dari Fakfak ke Kamana mau ikut rapat di Jayapura mereka harus ke Makassar dulu naik pesawat. Otomatis rapat digelar satu bulan sekali, berbeda dengan teman-teman di Jawa yang bisa tiap minggu. Itu masalah utama saya kira," tuturnya.
Problem berikutnya adalah masalah keterbatasan sarana dan prasarana. Kendati masalah klasik, tapi tetap menjadi masalah. Jadi, selama tidak ditangani dengan baik maka problemnya akan jalan terus.
Motivasi anggota yang bertugas di Papua juga menjadi sorotan utama. Sebab mereka ada yang bertugas di gunung-gunung, sepi, tidak ada hiburan, jauh dari keluarga dan tidak bertemu dengan anaknya selama berbulan-bulan.
"Lalu motivasi anggota ini sulit. Kita di (Indonesia) barat ini bersyukur karena hiburan ada, keluarga bisa ikut. Tapi mereka ada di gunung-gunung, sepi dan tidak ada hiburan.β Kemudian sekolah tidak diperhatikan. Promosi kurang diperhatikan. Ini menjadikan motivasi tidak begitu tinggi. Maka kerja menjadi tidak maksimal," katanya.
Maka untuk Papua ini, menurut Tito, perlu diberi perhatian khusus. Misalnya soal anggaran, bukan hanya anggaran rutin tapi juga anggaran tambahan. Tito mencontohkan dengan perbedaan harga BBM di Jakarta dengan di Papua.
"Karena bensin di sana harganya mahal. Di sini naik Rp 5 ribu sudah ribut. Di sana Rp 30 ribu atau Rp 50 ribu sudah terbiasa anggota di sana. Harus ada hal yang khusus untuk diperhatikan di sana," kata dia.
(idh/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini