Tugas MPTN adalah memberikan pertimbangan terkait pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia. Anggota MPTN sebanyak tujuh orang terdiri para pakar, akademisi dan tokoh masyarakat.
"Dalam waktu dekat akan dibentuk panitia seleksi. Dalam 3-6 bulan ke depan lembaga ini akan terbentuk," kata Asisten Deupti Iptek Masyarakat, Drs Sadyatmo, MT, dalam sosilisasi Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir di hadapan para perwakilan akademisi, mahasiswa dan tokoh masyarakat di Hotel Jayakarta, Jl Solo Yogyakarta Kamis (28/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan beras Si Denok sebagai salah satu beras unggulan dari hasil rekayasa genetika lewat teknologi nuklir.
"Nuklir itu bukan hanya PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) saja. Beras Si Denok, hasilnya bagus. Ini bentuk pengembangan bibit beras dengan teknologi nuklir," katanya.
Dia mengatakan pemanfaatan teknologi nuklir di bidang pangan dan kesehatan tidak banyak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sebaliknya rencana pembangunan PLTN sampai saat ini masih belum bisa direalisasikan.
Menurut dia, tidak mudah untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Selain dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang handal juga anggaran yang tidak sedikit. Indonesia juga dihadapkan pada aturan regulasi yang ditetapkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Kepala Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) BATAN, Susilo Widodo menambahkan kesiapan Indonesia untuk membangun pembangkit listrik dari tenaga nuklir melampaui kemajuan yang cukup pesat. Namun belum diikuti keseriusan pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
"Vietnam saja sudah ada program membangun 6 PLTN. Sudah mereka rencanakan, desain sudah ada prosedur sudah dipenuhi. Padahal secara kesiapan infrastruktur, kita lebih maju dari mereka," kata Susilo.
Menurut dia, kesiapan Indonesia dalam membangun reaktor nuklir saat ini sudah memasuki tahap kedua. Sedangkan untuk menuju tahap ketiga dan keempat pemerintah perlu melengkapi regulasi terkait jaminan mutu dan standarisasi.
Sementara pengajar tenologi nuklir UGM, Susetyo Hario Putro mengatakan pengembangan teknologi nuklir di Indonesia kuncinya terletak pada edukasi. Selama ini masyarakat belum diedukasi secara lebih baik terkait pengenalan teknologi nuklir.
"Kita lihat di kurikulum di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, minim sekali dengan tekologi, berbeda jauh dengan negara maju yang sudah mengenalkan nuklir dari anak SD,β terangnya.
Dia menambahkan, sosialisasi perngembangan dan pemanfaaatn teknologi nuklir tidak cukup hanya lewat media internet karena tidak semua masyarakat bisa menjangkau. Dia mengusulkan agar pemerintah lebih menekankan pada pengembangan kurikulum di sekolah.
"Edukasi dengan masyarakat mulai dari bawah, pemahaman tentang nuklir jauh akan lebih baik. Selama ini kita hanya mengenal nuklir dari pelajaran sejarah, bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, sehingga ketakutan yang muncul," pungkas Susetyo.
(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini