Direktur Eksekutif Indikator Burhanudin Muhtadi pun memberikan analisisnya. Katanya, PDIP dan Gerindra rebutan kursi Wagub DKI Jakarta karena komunikasi yang belum nyambung.
"Dugaan saya masih ada imbas pilpres yang membuat kedua partai itu (PDIP dan Gerindra) belum bisa memberikan semacam konsensus siapa yang diusung sebagai pengganti Ahok," kata Burhanudin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analisis Burhanudin, PDIP memandang, karena Jokowi sebagai representasi PDIP naik kelas jadi Presiden RI, maka Wagub DKI Jakarta haruslah dari mereka. Sementara Gerindra tidak akan terima, karena salah Jokowi sendiri maju ke pilpres 2014.
"Apalagi ada hal yang dianggap tidak memuaskan. Terutama terkait posisi Ahok yang dianggap tidak all out membantu Pak Prabowo, sehingga Ahok dianggap tidak 100 persen mewakili Gerindra. Dan karenanya, pengganti Ahok di posisi wagun harus berasal dari Gerindra," imbuh Burhanudin.
Dikatakan Burhanudin, untuk mengatasi persoalan itu, harus ada komunikasi antara PDIP dan Gerindra. Jika dua partai itu ngotot, bisa dipastikan tidak akan ada pendamping Ahok sama sekali jika sudah resmi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang terpilih sebagai Presiden RI periode 2014-2019.
"Karena syaratnya harus ada persetujuan dari dua partai pengusung, PDIP dan Gerindra. Kalau dua-duanya ngotot, tidak ada win-win solution, ya Ahok akan. Menjadi gubernur tanpa wakil," terang Burhanudin.
"Supaya ada jalan tengah, antar keduanya (PDIP dan Gerinda) harus ketemu. Misalnya, dicari figur yang bisa diterima, baik oleh PDIP atau Gerindra," ucap Burhanudin.
Ahok sendiri sudah punya calon wagub idaman untuk posisi DKI-2, yaitu Deputi Gubernur DKI Sarwo Handayani. Namun PDIP dan Gerindra belum menyetujui, dan sepertinya berniat menaruh kader masing-masing di posisi strategis itu.
(bar/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini