"Kecil kemungkinan akan dikabulkan karena kalau pun ada kecurangan, seperti di Nias Selatan, itu KPU harus menindaklanjuti secara pidana karena mencoblos beramai-ramai (bukan batalkan hasil pemilu-red)," ucap Titi Anggraeni dalam diskusi di Kedai Kopi Deli, Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2014).
"Jadi pantauan akademik kami, kecil kemungkinan apa yang didalilkan itu terbukti dan mempengaruhi hasil," imbuh Titi yang kerap menghadiri sidang di MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif hal itu belum ada yang betul-betul meyakinkan kita terjadi baik dari saksi, fakta persidangan maupun penyebutan alat bukti," ujarnya.
Justru menurut Titi, saat tim Prabowo menyadari gugatannya tidak memenuhi unsur terstruktur, sistematis dan masif, mereka mengarahkan isu itu kepada Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) atau pemilih yang coblos dengan KTP.
"Ada datanya atau tidak kalau semua DPKTb itu memilih untuk paslon nomor urut dua? Justru DPKTb yang tinggi itu ada pada wilayah kantong-kantong suara nomor urut satu," kata Titi.
"Di Aceh, Jabar yang menang siapa coba? Jangan kemudian dibalik faktanya DPKTb yang tinggi itu dalam rangka memenangkan Jokowi," imbuhnya.
Artinya DPKTb itu menyebar baik di kantong pasangan calon nomor urut satu maupun dua. "Konsepnya adalah siapa pun yang dipilih oleh pemilih DPKTb prinsipnya dia adalah pemilih yang sah, konstitusional menggunakan hak pilihnya," ucap Titi.
(bal/sip)











































