"Kalau DPP tidak mengikuti AD ART berarti melanggar dan kita bisa demisionerkan," ujar Rodjak di Kantor DPP PPP, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (18/8/2014).
"Demisioner itu seperti apa maksudnya?" tanya wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rodja mengatakan, ini bukan kali pertama PPP mendemisionerkan kepengurusan partai. Menurutnya, hal yang sama juga pernah terjadi sekitar tahun 1970-an.
"Itu pernah terjadi pada zaman Pak Naro (mantan Ketum PPP)," kata Rodja.
Ia juga menilai para pengurus partai sudah tidak efektif lagi dalam menjalankan perannya. Terlebih lagi, saat Ketum PPP Suryadharma Ali (SDA) ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan penyelenggaraan haji oleh KPK.
"Secara personal SDA dan pengurus lainnya tidak bisa membangun partai ini. Mereka tidak efektif lagi," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Rodja juga mendorong agar Muktamar segera dilaksanakan DPP PPP. Pasalnya, selain untuk mengganti ketua umum juga menentukan arah dukungan partai ke depan pasca kekalahan Prabowo-Hatta.
"Tidak ada alasan bagi PPP tidak ada Muktamar harus ada Muktamar. Penggantian ketua PPP juga harus dari Muktamar, nggak bisa langsung pecat," jelasnya.
Rodja sendiri belum dapat memutuskan apakah PPP akan berpindah haluan ke kubu Jokowi-JK atau tetap setia bersama Prabowo-Hatta.
"Itu kan pembicaraan orang harus diputuskan dalam formal organisasi," tutup Rodja.
(aws/trq)