"Melihat aspek terstruktur, sistematis dan masif akibat DPT tambahan dan DPT oplosan, maka kami mengusulkan untuk dipertimbangkan oleh MK, mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut dua setelah adanya pembuktian audit forensik," kata Marwah dalam persidangan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014).
Tim forensik yang dimaksud Marwah adalah tim teknologi informasi yang mengumpulkan jejak-jejak kecurangan pemilu di dunia maya. Namun hal itu tak dapat dilakukan karena terbentur UU ITE, kecuali MK mengabulkan permohonan Marwah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marwah menambahkan, pemilu ulang adalah solusi terbaik dalam menangani hasil Pilpres 2014 yang diklaim Prabowo-Hatta penuh kecurangan. Ia menilai ada anggaran dan waktu untuk pemilu ulang yang berasal dari anggaran putaran kedua Pilpres 2014.
"Pemilu ulang dapat menggunakan anggaran dari putaran kedua dan waktu juga tersedia. Pemilu ulang bisa dilakukan, untuk itu kami mohon," kata Marwah.
Sementara soal DPT oplosan, Marwah mengklaim menemukan jumlah penduduk 15 tahun ke atas sebanyak 176 juta orang, sementara DPT sebanyak 190 juta. Ia menilai ada selisih 12 juta pemilih.
"Sesungguhnya DPKTb 2,8 juta orang tapi ketika kami melihat oplosan ini sangat masif jumlahnya. 19 Juta pemilih bodong, ketika kami ke kabupaten itu ada 29 juta pemilih. Terkait DPT bodong ini terjadi banyak kisruh. Rasa keadilan dirasakan ketika pasangan calon tidak diperlakukan adil," tutupnya.
(vid/trq)











































