Bahkan warga Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, yang pemukimannya berjarak sekitar 8 kilometer dari puncak Gunung Slamet masih beraktivitas seperti biasanya.
"Mereka sudah terbiasa dengan gejala alam seperti ini," kata Anggota SAR Kutabawa, Purbalingga, Slamet Hardiansyah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tidak tertutup kabut, biasanya akan terlihat jelas. Warga juga kerap mendengar dentuman dengan jelas dan merasakan adanya getaran," ujarnya.
Sampai saat ini, SAR belum melihat pendaki yang akan naik dari posko Bambangan. Kalau pun ada, pihaknya akan melarang pendaki untuk naik ke puncak Gunung Slamet.
Dengan naiknya status Gunung Slamet, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyumas, Prasetyo Budi Widodo langsung menggelar rapat untuk menentukan langkah-langkah antisipasi.
Sementara Kepala PVMBG M Hendrasto mengungkapkan naiknya status Gunung Slamet menjadi siaga membuat radius bahaya dari 2 kilometer saat ini menjadi 4 kilometer dari puncak. Hal tersebut dikarenakan potensi ancaman pada radius 4 km menghasilkan material berukuran abu sampai lapili atau berukuran 1-4 centimeter, lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. Sedangkan untuk material erupsi abu vulkanik dapat mencapai jarak 10 km bergantung arah dan kecepatan angin.
"Untuk potensi awan panas dan aliran lava berpotensi pada radius 4 km serta adanya potensi lahar yang berasal dari material erupsi. Lahar berpotensi di lembah-lembah sungai yang berhulu di Gunung Slamet," ujarnya.
(arb/try)