Ada beberapa pembaruan hukum dalam UU No 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), salah satunya diversi. Jika seorang anak memukul atau mencuri, bagaimana penyelesaiannya?
"Namanya anak-anak, kadang-kadang kan suka mencuri jambu. Kalau kita pakai KUHP, bisa kena pasal 363 sama 362. Tapi kalau itu dilakukan anak bagaimana? Kita juga pasti pernah pas anak-anak mukul teman pas bermain," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada detikcom di kantornya Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014).
Kata Ridwan, saat ini anak-anak dalam kasus misalnya anak mencuri jambu atau memukul teman, tidak boleh ditahan. Penyelesaian perkara itu wajib dilakukan dengan proses diversi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut UU SPPA, perkara anak mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di pengadilan, wajib melakukan diversi. Tujuannya untuk mencapai keadilan restoratif.
"Keadilan restoratif itu adalah keadilan yang seadil-adilnya, mementingkan kepentingan pelaku, korban dan masyarakat.Keadilan restoratif ini salah satunya diadopsi oleh UU SPPA ini. Bahwa setiap anak yang berhadapan dengan hukum, itu sedapatnya dihindari pidana penjara. Kedua, sedapatnya dihindari proses pengadilan yang panjang yang justru menyebabkan trauma bagi anak. Tujuannya memang semata-mata memberi perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum," papar hakim yang mengadili Pollycarpus saat bertugas di PN Jakpus itu.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 mengatur tentang pedoman pelaksanaan diversi dalam SPPA. Dalam kasus anak berkelahi atau mencuri jambu, penyidik tidak boleh melakukan penahanan tapi harus memanggil pihak-pihak terkait untuk mediasi.
"Penyidik itu terlebih dahulu harus melakukan proses diversi. Memanggil pihak-pihak terkait. Orang tuanya, pelaku, korban, badan pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakan. Itu harus dipanggil semua untuk duduk bersama kemudian didengarkan. Kalau itu berhasil, berarti ada kesepakatan diversi. Misalnya kalau dipukul, diobati luka-lukanyanya, dimaafkan. Diversi berhasil jika ada perdamaian," jelas mantan Ketua PN Bogor ini.
Jika proses di penyidik itu tidak berhasil, proses diversi tadi diulang lagi saat penuntutan oleh jaksa. Jika tidak berhasil juga, maka proses yang sama dilanjutkan hakim dalam persidangan tertutup. Di situ, hakim bertindak sebagai fasilitator. Hakim pun haruslah hakim anak.
"Jika proses diversi berhasil, maka ketua pengadilan akan mengeluarkan penetapan. Kenapa? Supaya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Selama ini kan kalau ada perkara tabrakan, penyidik kan mendamaikan, tapi nggak selesai. Walaupun mereka damai, bisa juga kemungkinan ada lagi pengaduan lagi di kemudian hari. Sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum," terang hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta itu.
Dalam diversi, ada beberapa pembaruan hukuman. Menurut Ridwan, pidana penjara sedapatnya dihindari bagi anak yang berhadapan dengan kasus hukum.
"Pilihan hukumannya banyak sekali. Perintah bersyarat untuk melakukan kerja sosial. Diperintahkan untuk masuk ke balai pendidikan. Juga perintah disekolahkan di sekolah khusus, masuk di rehabilitasi kalau dia pengguna narkoba. Dengan ketentuan UU SPPA ini, banyak sekali pembaruan hukumnya," ucap pemegang gelar doktor tersebut.
Ditambahkan Ridwan, syarat diversi adalah adanya perdamaian. Dalam kasus pemukulan misalnya, pelaku harus lebih dulu mau mengakui perbuatannya dan korban mau diselesaikan dengan cara diversi.
"Kalau tidak tercapai diversi dalam proses itu, maka dilanjutkan dengan sidang anak biasa. Dalam melakukan pemeriksaaan, hakim pun wajib mempertimbangkan untuk memberikan perlindungan kepada anak ini," tegas Ridwan.
Jika diversi berhasil dilakukan tetapi anak yang menjadi pelaku melanggar kesepakatan, maka diversi dianggap batal. Perkara akan tetap dilanjutkan demi hukum.
"Misalnya A memukul, lalu dimaafkan dan dihukum kerja bakti di panti jompo selama 1 bulan. Ternyata A baru 2 hari sudah lari, tidak melaksanakan isi kesepakatan itu. Ditegur tidak mau juga. Maka dia dianggap tidak jadi diversi. Dilanjutkan pemeriksaan perkaranya seperti biasa. Tetapi hakim yang memutus perkara itu harus memperhatikan yang 2 hari itu, kenapa sih dia sampai lari, tidak mau. Intinya untuk mencapai pemulihan keadilan yang memberikan perlindungan bagi anak," pungkas hakim yang mengadili Lia Eden itu.
(bar/asp)