Wenni terpisah dengan keluarga saat tsunami menerjang Aceh dan sekitarnya pada 26 Desember 2004 silam. Saat itu, ia berusia 4 tahun. Dari Lorong Kangkung, Desa Pangong, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, ia terseret derasnya air hingga ke Pulau Banyak, Aceh Singkil.
Wenni diselamatkan nelayan bernama Bustamil. Ia diasuh selama 4 tahun, lalu dititipkan ke ibu Bustamil, Maryam. Bustamil sendiri pergi ke Batam untuk bekerja hingga saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidup susah tak membuat Maryam menyerah. Di sela bekerja, ia mengantarkan Wenni mengaji dan ke sekolah. "Dia sudah saya anggap cucu sendiri," kata Maryam.
Satu dasawarsa kemudian, tiba-tiba orangtua Wenni, Septi Rangkuti dan Jamaliah, datang ke rumah Maryam di Desa Pulo Kayu, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya, Rabu (6/8/2014). Jamaliah mengaku tahu keberadaan Wenni dari kakaknya yang tinggal di Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Bukan dari nama, tapi dari fisik Wenni. Orangtua bocah itu memberi nama Raudatul Jannah.
Β
"Sekarang namanya sudah Wenni, mungkin waktu itu ia tidak ingat namanya," kata Jamaliah dengan perasaan haru.
"Wajahnya masih sama waktu masih kecil, tapi sekarang sudah hitam," imbuh Jamaliah.
Maryam mengikhlaskan kepergian Wenni. Ia merasa bocah yang diasuhnya memang selayaknya hidup dengan keluarga aslinya.
Wenni menyebut kakaknya, Arif Rangkuti, selamat dari terjangan tsunami. Hanya, ia diasuh orang berbeda. Adik kakak ini berpisah seminggu setelah diselamatkan nelayan di Pulau Banyak, Aceh Singkil. Keluarga bersyukur dan kini mulai mencari.
Wenni dan keluarga adalah satu dari sekian ratus ribu korban tsunami Aceh. Tsunami terjadi setelah gempa dahsyat pada Minggu, 26 Desember 2004 pagi. Goncangan itu diikuti luapan air laut setinggi 30 meter. Bencana alam ini menewaskan 230 ribu orang di 14 negara, korban terbanyak tercatat di Aceh.
Mungkinkah ada korban-korban selamat lain yang senasib dengan Wenni?
(try/nrl)