Elisabeth Suroto (40) ibunda almarhum menuturkan empati yang datang tak hanya dari dalam negeri. Support juga datang luar negeri.
"Banyak support yang terus berdatang ke kami dari Amerika bermuda, Jedah, Singapura, dan Thailand. Kami sendiri tidak kenal dengan mereka, support itu disampaikan melalui kerabat kami yang kerja di sana," tutur Elisabeth.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sendiri juga tidak kenal mereka, tiba-tiba mereka datang membawa kenang-kenangan ke rumah. Mereka sendiri mencari alamat rumah kami di sini," imbuhnya.
Terlukis di wajah ibu almarhum kesedihan yang mendalam. Meski ia mencoba untuk tegar ketika mengenang kembali wajah anaknya semasa hidup.
"Saya menyadari dia sudah meninggal dan saya berusaha tegar, meski peristiwa ini berasa nyata dan tidak nyata," tutur Elisabeth sembari menitikan air mata.
Elisabeth menuturkan dirinya pernah bertemu dengan buah hatinya. Meski hanya bertemu di dalam mimpi, Ade terlihat cantik dengan jubah putih.
"Saat itu Ade terlihat cantik, pernah saya bertemu ia sedang memakai pakaian serba hitam sembari teriak mama berkali-kali. Ketika terbangun saya sadar kalau itu cuma mimpi tapi yang penting saya yakin dia sudah tenang di sana," imbuhnya tanpa bisa menahan tetes air matanya.
Meski hati telah bisa memaafkan Hafidz dan Syifa yang tega membunuh anaknya. Sebagai orang tua, Elisabeth meminta bantuan masyarakat untuk mengawal proses hukum.
"Kami tidak ingin mengejar vonis, tetapi proses hukum harus berjalan sesuai koridor. Harapan saya agar publik dapat bantu mengawal kasus ini, proses hukum belumlah selesai," ungkapnya.
(edo/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini