"Pemilu di Indonesia tidak bisa dibandingkan sama sekali dengan kegiatan yang mirip "Pemilu" di Korea Utara, yang diumumkan hasilnya pada bulan Maret 2014 lalu," kata Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Theofransus Litaay, Kamis (7/8/2014).
Theo Litaay mengungkapkan 5 alasan perbandingan pemilu Indonesia dan Korea Utara. Pemilu Indonesia bagaimanapun lebih baik, berikut perbandingannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2) Hasil pemilu di Indonesia mencerminkan realitas politik yang sesungguhnya, dimana ada 53 persen pemilih yang telah memilih calon presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden Jusuf Kalla. Di Korea Utara, 100 persen pemilih menyatakan setuju kepada Kim Jong-Un dan tidak ada satu orang pun yang berani untuk berkata "tidak" terhadap putra Kim Jong-Il ini.
3) Pemilu di Indonesia adalah sebuah mekanisme demokrasi untuk memilih pemimpin secara demokratis. Di Korea Utara kegiatan pemilihan di atas bukanlah mekanisme demokrasi, melainkan alat kendali rejim pemerintahan untuk mengendalikan politiknya dan memeriksa kesetiaan pemilih terhadap rejim dari negara totaliter yang dikendalikan oleh partai tunggal yang berkuasa. Bahkan majalah The Economist mengemukakan bahwa pemilihan di Korea Utara lebih mirip sensus penduduk.
4) Partisipasi pemilu di Indonesia menunjukkan kebebasan pemilih untuk menggunakan ataupun tidak menggunakan hak pilihnya. Partisipasi pemilihan di Korea Utara diikuti oleh 100 persen rakyat karena adanya ancaman hukuman jika mereka tidak berpartisipasi.
5) Hasil pemilu di Indonesia diakui oleh dunia internasional dan semua lembaga internasional sehingga memiliki legitimasi politik yang kuat. Hasil pemilihan di Korea Utara tidak diakui oleh dunia internasional sebagai suatu proses demokrasi, melainkan rekayasa politik untuk memperkuat rejim kekuasaan Kim Jong-Un.
(ndr/mad)