Koreksi redaksional salah satunya dibacakan oleh hakim Muhammad Alim. Ia menemukan sejumlah kesalahan redaksional, dan pemilihan kata dari berkas tersebut.
"Kita sebagai manusia memang penuh keterbatasan, sebagai manusia, mungkin karena terburu-buru sehingga nulisnya keliru," ujar Alim di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (6/8/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Alim juga mengoreksi pemilihan kata 'penggelembungan' di halaman 8. Menurutnya, pemakaian kata tersebut tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik.
"Kalau Bahasa Indonesia yang baik itu, (kata) 'penambahan', 'pengurangan'. Jangan penggembosan. Itu sifatnya terburu-buru ya," ujarnya.
"Lalu di halaman 9, ada 'terstruktur, sistematis, dan masif'. Hurufnya kecil saja. Untuk kata masif, huruf 's'-nya satu saja. Kalau Bahasa Inggris memang dua (huruf s)," lanjutnya.
Selain itu, di halaman 8, Alim menemukan kata 'merubah' yang seharusnya yang benar adalah 'mengubah'. Kesalahan kata ini juga ada di halaman 11 dan 12. "Nanti diperbaiki, jangan 'merubah'. Pakai kata yang bagus dan benar."
Selanjutnya, di halaman 101, di bagian sub V, disebutkan Provinsi Sumatera Selatan. Namun di halaman 102, berubah menjadi Sumatera Barat.
"Jadi nanti dibenarkan, mungkin Sumbar diganti Sumsel," kata Alim.
Di halaman 106, baris keenam dari bawah, nama Prabowo-Hatta, huruf terdepannya ditulis dengan huruf kecil. Seharusnya ditulis dengan huruf kapital. "Ini permohonan keliru."
Sedangkan di halaman 115, huruf h kata 'terhadap' ditulis dua kali. Terdapat juga penggunaan kata 'batal, tidak sah, dan tidak mengikat' yang dinilai Alim tidak benar.
"Kalau batal, sudah pasti tidak sah dan tidak mengikat. Cukup sah saja," ujar Alim.
(sip/trq)











































