Pengamat Politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, mengingatkan KPU agar benar-benar memelototi angka-angka perolehan suara pasangan calon di Pilpres 2014. Sebab kejanggalan dari formulir C1 yang diupload di website resmi KPU sudah menjadi konsumsi publik.
"Ini warning bagi KPU agar tak asal-asalan merekap. Dia harus melihat dasar perhitungannya yakni dokumen pemilihan sebenarnya di bawah. Selama ini, kalau tak ada yang protes, walau angkanya ganjil, biasanya mereka lewati karena ingin cepat saja," kata Ray saat berbincang, Senin (14/7/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 17 TPS dari Desa Ketapang Barat, Ketapang, Sampang, Madura, Jawa Timur, semua suara diraih oleh pasangan Prabowo-Hatta. Sementara Jokowi-JK mendapat 0 suara.
Semisal, di link C1 di website KPU resmi yang menunjukkan hasil di TPS 01, pasangan nomor urut 1 memperoleh 417. Jokowi-JK mendapat 0 suara, sementara suara tak sah ada 2. Semakin aneh karena tak ada tanda tangan saksi di C1 itu. Hal yang sama terjadi di 16 TPS lainnya.
Menurut Ray, apabila saksi tak menandatangani, seharusnya ada alasan yang tertera di formulir C1 itu mengenai penyebab hal itu.
Dia mengakui, sepanjang sejarah pemilu pascareformasi, di kasus Sampang itu baru ada semua suara dihabiskan ke salah satu calon saja. Di pilkada saja, hampir tak pernah ada TPS yang tak menyisakan suara ke kandidat lain.
"Ini mestinya memunculkan pertanyaan dari pihak pengawas. Masalahnya sejauh apa naluri yang dimiliki pengawasan di Sampang maupun Jatim. Itu perlu dipertanyakan," kata Ray.
Dia menilai pihak Jokowi-JK perlu bersuara dan mengklarifikasi apakah benar semua suara di TPS-TPS itu diambil habis oleh Prabowo-Hatta, sekaligus alasan kenapa saksinya tak menandatangani C1 itu.
"Yang pasti, baik Panwas atau saksi harus segera turun tangan menyelidiki dan meliha data-data. Kalau ditemukan ada indikasi pidana, bisa dilaporkan ke aparat hukum. Tapi concern utamanya menyelamatkan suara rakyat dulu," tegas Ray.
(trq/erd)











































