5 Tersangka Kasus di SMA 3 DKI Tetap Bisa Sekolah Pasca Proses Hukum

5 Tersangka Kasus di SMA 3 DKI Tetap Bisa Sekolah Pasca Proses Hukum

- detikNews
Selasa, 08 Jul 2014 15:54 WIB
Jakarta - 5 orang siswa SMA 3 Jakarta ditahan karena menjadi tersangka penganiayaan hingga membuat adik kelasnya, Arfiand Caesar Irhami (16) meninggal dunia. Meski begitu para siswa yang masih duduk di bangku kelas 2 itu tetap bisa melanjutkan pendidikannya jika proses hukum telah selesai.

"Kita ada program Paket C atau SMA terbuka lewat online jadi pendidikannya tidak masalah. Apalagi kalau bisa membuktikan tidak terlibat, jadi bisa bebas," ungkap Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud, Harris Iskandar usai konferensi pers di kantor Kemendikbud, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2014).

Menurut Harris, kasus kekerasan di SMA 3 Jakarta ini menjadi keprihatinan bagi penyelenggara sekolah lain. Bahwa dalam hal yang berkaitan dengan anak didik menjadi tanggung jawab sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harris juga menilai tidak ada transparansi dari pihak sekolah terkait kejadian tersebut. Saat ia menghadiri rapat bersama, tidak ada penjelasan korban lain selain Arfiand. Teman Arfiand yang juga mengikuti kegiatan pecinta alam pada saat kejadian, Padian pada akhirnya meninggal setelah dirawat di rumah sakit.

Selain digigit Kalajengking saat kegiatan pecinta alam dilakukan, Padian diduga juga mendapat penganiayaan. Harris pun menyayangkan terlalu cepatnya proses pemeriksaan terhadap pihak sekolah.

"Kita ikut dengan rapatnya, tidak ada pemberitahuan mengenai Padian. Karena sudah ke kepolisian, kita tidak bisa berbuat apa-apa," tambah Harris.

Sementara itu menurut Dirjen Pendidikan Menengah, Achmad Jazidie, dari hasil pemeriksaan semua prosedur telah dipenuhi pihak sekolah SMA 3 Jakarta. Prosedur tersebut termasuk SOP (standar operasional program).

"Ada hal-hal lain yang sifatnya kecelakaan. Untuk tindakan yang sifatnya kriminal ada penanganan dari kepolisian. Kami kementerian sudah mengambil langkah-langkah bertemu dengan keluarga-keluarga korban dan kepala sekolah," jelas Achmad.

Akibat kejadian ini, Harris menganggap harus ada evaluasi terhadap ekskul pecinta alam di sekolah. Ini agar tindakan kekerasan tidak terjadi lagi antara senior terhadap junior.

"Mungkin tata caranya yang salah. Kita berasumsi pengetahuan-pengetahuan survival yang benar dipraktekkan tapi kalau lihat disiplin anak-anak sekarang tidak seperti itu. Bisa saja SOP tidak dilakukan," ucap Harris.

Harris menilai seharusnya kegiatan survival bisa berdampak baik terhadap karakter anak karena mengajarkan disiplin dan cara bertahan hidup. Bukan malah sebaliknya.

"Kita di Kurikulum 2013, Pramuka jadi ekskul wajib. Mungkin itu bisa jadi solusi untuk kedisiplinan dan pengembangan sikap yang baik. Mengajarkan yang namanya survival seperti ini, camping seperti ini, mengajarkan disiplin," tutup Harris.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads