Letaknya berada di tengah kota Yogyakarta, tepatnya di selatan Stasiun Tugu Yogyakarta atau ujung utara dan barat kawasan Malioboro. Secara administratif masuk wilayah Kecamatan Gedong Tengen Kota Yogyakarta. Wilayah yang menjadi tempat prostitusi berada di wilayah RW Sosrowijayan Kulon. Salah satu penunjuk jalan menuju kawasan yang berada di dalam perkampungan itu adalah gang masuk ketiga dari arah timur Jalan Pasar Kembang.
Nama Pasar Kembang sebenarnya adalah nama jalan sepanjang lebih kurang 500-an meter dari ujung timur yang berbatasan dengan Malioboro hingga barat simpang tiga Jalan Gandekan. Dinamakan Jalan Pasar Kembang karena di sebelah utara Hotel Inna Garuda yang sekarang bernama Taman Parkir Abu Bakar Ali itu dulunya merupakan tempat pedagang bunga yang sekarang berpindah di Jalan Ahmad Jazuli Kotabaru.
Adanya kawasan malam Pasar Kembang tidak lepas dari sejarah pembangunan jalur kereta api di Pulau Jawa bagian selatan pada akhir abad 19 yang menghubungkan kota-kota seperti Surabaya, Madiun, Solo, Cirebon, Bandung hingga Batavia. Hingga awal kemerdekaan RI kawasan itu lebih dikenal dengan nama "Balokan". Karena banyak pekerja di proyek KA, hiburan malam atau dunia prostitusi kemudian muncul di tempat itu. Seiring dengan banyaknya orang yang plesiran menggunakan jasa KA dan membutuhkan tempat istirahat, kawasan itu kemudian tumbuh pula hotel, losmen atau penginapan.
Nama balokan menjadi sebutan orang mengenal nama Sarkem, karena di sebelah selatan Stasiun Tugu dulunya tempat menumpuk balok-balok kayu jati untuk bantalan rel KA. Baru setelah tahun 1970-an hingga sekarang lebih dikenal dengan nama Jalan Pasar Kembang atau Sarkem.
Mulai tahun 1970 di Yogyakarta sebenarnya ada dua tempat prostitusi. Pertama adalah Pasar Kembang. Kedua adalah Resosialisasi Wanita Tuna Susila di Dusun Mrican, Kecamatan Umbulharjo. Resosialisasi Mrican yang berada di sebelah barat Sungai Gajah Wong itu orang lebih sering menyebut dengan nama Sanggrahan atau SG. Lokalisasi SG ini dikelola oleh Pemkot Yogyakarta. Pada penghujung abad 20 atau sekitar tahun 1999-an, kawasan ini ditutup oleh Walikota dan diganti menjadi Terminal Penumpang Giwangan Yogyakarta, setelah memindahkan Terminal Umbulharjo di Jalan Veteran.
Sampai saat ini diperkirakan ada 300-an Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berada di kawasan Sarkem. Lokasi prostitusi juga membaur menjadi satu dengan warga sekitar. Untuk membedakan tempat prostitusi dan pemukiman warga, pihak pengurus RW dan RT di Sosrowijayan Kulon telah memberi tanda khusus agar mudah dikenal.
Di rumah-rumah yang dijadikan tempat prostitusi selalu ada induk semang atau germo yang mengelolanya. Para PSK itu saat menjajakan diri cukup duduk berbaur dengan sesama PSK di lorong-lorong gang atau di teras atau ruang tamu yang disediakan pemilik rumah.
Namun kadang kala saat kita berada di sekitar Jalan Pasar Kembang, tidak heran kalau ada sopir becak, tukang ojek atau warga yang duduk di dekat gang masuk kawasan itu yang menawarkan jasa untuk mencarikan PSK. Demikian pula saat kita menyusuri lorong gang, akan ada banyak orang yang akan menawarkan untuk mengantar mencari PSK. Orang-orang yang membantu jasa mencarikan tamu untuk PSK itu biasanya akan mendapat tip dari germo.
Mereka pun dengan ramah akan mengatakan 'monggo mampir dulu, mau lihat-lihat, mau ngobrol-ngobrol atau sekedar mencari minuman juga tersedia,' Untuk tarif kencan juga bervariasi mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 400 ribu.
"Semua bisa dinego. Tinggal bagaimana kita menawar atau speak-speak-nya. Kita membantu tamu agar tidak salah masuk atau bingung mencari," kata Sugianto, salah satu sopir becak yang biasa mangkal di kawasan Sarkem dan menjadi perantara atau mencarikan tamu untuk PSK.
Menurutnya para PSK ada yang berasal dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat. Umur mereka juga bervariasi sekitar 25-45 tahun. Mereka juga tidak tinggal menetap di tempat itu selamanya. Namun juga ada yang tinggal kos di sekitar Yogyakarta.
"Mereka hanya datang setiap malam saat bekerja. Pagi pulang ke kos atau tempat tinggal. Ada pula yang tinggal di situ menyewa kamar, tapi setiap 2 minggu atau sebulan sekali pulang ke tempat asal," katanya.
Sarkem sampai saat ini tetap melegenda menjadi tempat hiburan malam di kota Yogyakarta. Tidak ditutup seperti Dolly dan lokalisasi lain?
(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini