"Saya memiliki kewenangan mengerahkan pasukan. Mengapa saya tidak mengkudeta negeri ini? Kenapa saya tidak gunakan? Karena saya tidak mau mengkhianati negeri ini di saat negeri ini dalam keadaan limbung," kata Wiranto.
Hal ini disampaikan Wiranto dalam jumpa pers di Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2014).
Sebagai prajurit Wiranto menghormati Sapta Marga. Wiranto memilih mengamankan proses reformasi kala itu.
"Negeri ini tidak diambil alih oleh militer seperti Thailand, Mesir, Syria, kita bersyukur bahwa negeri ini tetap terjaga dengan baik," kata Wiranto.
Saat itu banyak pihak mendesak Wiranto mengambil alih, namun ia tidak lakukan. Wiranto punya pertimbangan panjang terkait hal ini.
"Yang pertama bahwa kalau saya abil alih, saat itu rakyat sedang menuntut reformasi. Berarti korban akan berjatuhan dalam jumlah yang besar. Apa kita tega rakyat banyak menjadi korban hanya karena kekuasaan semata?" kata Wiranto.
Pertimbangan kedua, rezim militer saat itu tidak diterima pergaulan internasional. "Pasti kita mendapatkan embargo ekonomi, padahal ekonomi Indonesia sedang terpuruk. Kita tidak bisa melakukan recovery, rakyat sengsara, hidupnya menderita sekali," kata Wiranto.
Yang ketiga adalah jika kudeta dilakukan maka kebiasaan itu akan terus berlanjut. Sehingga tidak bisa melakukan konsolidasi menuju demokrasi yang lebih baik.
"Tidak akan konsolidasi demokrasi seperti sekarang ini. Kembali saya sampaikan saya tidak menyesal. Setelah reformasi berjalan sudah hampir 16 tahun tetapi harapan rakyat untuk membangun keadaan yang menggembirakan bebas korupsi belum juga tercapai. Itu penyesalan saya oleh karena itu mari kita wujudkan bersama-sama," pungkasnya.
(van/try)