Meski begitu, jaksa dari KPK tetap menggunakan keterangan dari Muhtar di tahap penyidikan yang lebih blak-blakan. Sedangkan kesaksian di persidangan yang cenderung lebih tertutup, tidak digunakan oleh jaksa.
"Hakim dapat tidak menganggap keterangan yang disampaikan saksi setelah keterangan sebelumnya ditarik, jika alasan pencabutan keterangan tidak dapat diterima," ujar Jaksa Ely Kusumastuti di PN Tipikor, Jakarta, Senin (16/6/2014).
Apalagi di sisi lain, keterangan Muhtar sebelum akhirnya dicabut, sangat sesuai dengan keterangan saksi lain dan bukti-bukti yang dimiliki KPK.
"Justru keterangan Muhtar Ependy dalam empat BAP terakhir, sesuai dengan saksi lain dan alat bukti. Salah satunya terkait penerimaan uang ke rumah dinas terdakwa Akil Mochtar," ujar Ely.
"Sudah tepat bagi kami untuk mengesampingkan, keterangan dalam persidangan," sambung Ely.
Dalam persidangan sebelumnya, Muhtar Ependy mencabut keterangannya terkait penerimaan duit dari sejumlah calon kepala daerah. Muchtar mengaku mendapat tekanan sehingga membuat keterangan hasil karangannya.
"Yang pasti saya tidak pernah menerima uang untuk diberikan ke Pak Akil," kata Muhtar bersaksi untuk terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/3/2014).
Dia mencabut keterangan yang diberikan saat diperiksa pada 2 Desember 2013 dan pemeriksaan lanjutan. Menurut Muhtar teror datang dari sejumlah calon kepala daerah
"Azwar Bidui, calon bupati kalah Banyuasin, Sarimuda wali kota kalah Palembang, Joncik Muhammad bupati kalah di Empat Lawang," bebernya.
Selain itu ada teror dari keponakannya yang bekerja di perusahaannya bernama Niko Fanji Tirtayasa. "Laporan dari Niko di majalah Tempo mengatakan saya terima uang titipan Pak Akil. Semua bisnis saya dimodali Pak Akil," sebutnya.
Teror ini terjadi sebelum Muhtar diperiksa KPK hingga saat ini. Muhtar sempat menunjukkan barang bukti kliping media massa soal teror yang diterimanya kepada majelis hakim dan penuntut umum.
(fjp/aan)