Pengamat intelijen Marsda TNI (Purn) Prayitno Ramelan dalam bukunya 'Misteri MH-370' membandingkan pencarian MH 370 yang diduga kuat jatuh di Samudera Hindia 8 Maret 2014 ini dengan pencarian pesawat Air France AF 447 di Samudera Atlantik 1 Juni tahun 2009 lalu.
Pesawat AF 447 saat jatuh di Samudera Atlantik berhasil menemukan lokasi jatuh karena ada serpihan pesawat beberapa pekan kemudian. Black box alias kotak hitam pesawat baru ditemukan 2 tahun setelah itu.
"Mengacu dari kasus AF447 tersebut apabila kita kemudian bandingkan dengan kasus hilangnya pesawat Malaysia ini jelas jauh lebih sulit dan berat dalam mencari penyebabnya," tulis Prayitno.
MH 370 terdeteksi dengan transponder adan ACARS dalam posisi off sehingga pesawat tidak terjajaki seperti kasus AF 447. ACARS atau Aircraft Communications Addressing and Reporting System adalah pancaran gelombang yang mengirim informasi kepada maskapai. ACARS bisa mengirim berbagai tipe pesan ke ATC, termasuk kondisi bahan bakar dan status mesin. Sedangkan Transponder adalah pemancar radio di kokpit yang berhubungan dengan radar di darat.
Gabungan dari 28 negara dengan pengerahan kekuatan baik satelit, pesawat udara maupun kapal laut yang melakukan pencarian selama 7 pekan lebih tidak membuahkan hasil.
Bahkan terakhir, ada beberapa klaim yang menduga keberadaan pesawat MH370. Kedua klaim ini bukan asal klaim, karena didasarkan pada bukti dari citra pesawat. Pertama dari perusahaan swasta Australia, GeoResonance, yang melakukan pemindaian unsur-unsur logam di dasar laut di selatan Teluk Benggala yang menyerupai bentuk pesawat. Kemudian, tim arkeolog kelautan Inggris, Tim Arkers yang memperlihatkan gambar satelit yang diduga potongan ekor pesawat di perairan Vietnam, kawasan Laut China Selatan. Namun, semua dugaan itu ternyata belum terbukti.
Dalam buku 'Misteri MH370' ini, Prayitno sangat yakin bahwa hilangnya pesawat ini karena sesuatu yang ekstrem berupa tindakan kriminal (pembajakan), yaitu pembajakan tanpa permintaan tebusan. Lebih khusus lagi adalah tindakan terkait dengan terorisme
"Ulah ini bukan sesuatu yang dikerjakan oleh 'lone wolf', tetapi dia menjadi bagian dari sebuah jaringan besar," tulis dia dalam buku setebal 252 halaman yang diterbitkan Phoenix Publishing Project. Terlepas dari itu, imbuh Prayitno, si pembajak sukses menyembunyikan motifnya, yang dikejar negara-negara yang terlibat dalam pencarian.
Selama belum dibuktikan motifnya, ancaman serupa akan tetap menghantui para operator pesawat udara. "Ke manakah MH370? Yang jelas akan dibutuhkan waktu sangat lama mencarinya. Dan bukan tidak mungkin tidak akan dapat ditemukan," jelas dia.
(nwk/ndr)