Pemilik kos tersebut, Koyimah sangat terkesan dengan Raeni karena selalu taat beribadah dan sopan. Sesekali Raeni juga curhat kepadanya tetang nilai-nilai yang diperoleh di kampus.
"Paling berkesan masalah ibadahnya. Kalau ke luar kos ya cium tangan. Kalau mau lomba juga minta doa ke saya. Saya itu dianggap wakil orang tuanya," kata Koyimah saat ditemui detikcom.
Koyimah juga terkesan dengan tekad Raeni yang selalu ingin memperoleh nilai sempurna tiap semesternya. Nilai 3,9 bahkan dianggap kurang oleh Raeni sampai-sampai ia menangis.
"Dia dapat IPK 4.00 itu sering, kalau kurang dari itu dia menangis ke saya," kenangnya.
Menurut Koyimah tekad Raeni itu karena rasa tanggungjawab terhadap beasiswa bidikmisi yang diperolehnya di Unnes dan rasa ingin membanggakan orang tuanya yang hanya bekerja sebagai pengayuh becak.
"Betul-betul mengemban amanah, dengan biaya pemerintah ia semangat ingin sukses. Dia juga tauladan bagi saya dan anak-anak kos saya," pungkas Koyimah.
Selain itu, Raeni sama sekali tidak pernah meminta uang kepada orangtuanya, bahkan ia justru menyisihkan uang beasiswa, kerja sambilan, dan hadiah lomba untuk orang tuanya. "Dia itu enggak minta sangu ke orang tuanya, tapi malah ngasih. Uang beasiswa masih sisa pasti dikasihkan. Tidak pernah terlambat bayar uang kos," ujarnya.
Koyimah merasa bangga ada penghuni kosnya yang memiliki pribadi dan prestasi seprti Raeni. "Anak-anak kos kadang minta doa ke saya agar bisa menjadi seperti Raeni," tutup Koyimah.
Raeni menjadi sorotan karena putri dari pengayuh becak ini menjadi lulusan terbaik pada upacara wisuda periode II/2014 Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan IPK 3,96. Ia masih memiliki mimpi untuk meneruskan pendidikannya ke Inggris.
(alg/ndr)