"Hentikan pengeringan gambut. Sumbat (dam) kanal-kanal yang bertujuan untuk mengeringkan gambut, karena pada dasarnya gambut yang kering itu mudah terbakar," ujar Spesialis Senior Informasi Geografis Greenpeace Asia Tenggara Kiki Taufik.
Hal itu disampaikan Kiki dalam diskusi tentang kebakaran hutan di Icon Meeting Room Hotel Morrissey, Jl Wahid Hasyim No 70, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2014).
Ditambahkan Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Yuyun Indradi, 3.758 dari 11.288 titik api yang terletak di Indonesia dapat ditemukan di lahan gambut. Ini, menurutnya, membuktikan bahwa lahan gambut yang dikeringkan sangat rawan terhadap kebakaran.
"Kementerian Lingkungan Hidup telah membuat draft peraturan pemerintah untuk perlindungan gambut. Namun, dari draft yang telah kami peroleh tahun lalu, peraturan ini masih tidak terlalu kuat sehingga perlu diperbaiki," ujar Yuyun menjelaskan dalam konferensi pers yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB tersebut.
Menurut Yuyun, dalam draft peraturan tersebut, pemerintah masih mengizinkan pengolahan gambut yang biasanya melibatkan pengeringan gambut dalam prosesnya. Selain menjadi rawan terbakar, pengeringan gambut juga berkontribusi terhadap rusaknya ekosistem.
Yuyun dan Kiki juga memaparkan kerugian kebakaran hutan di Riau pada trimester 2014 lalu, dari hasil riset Universitas Riau bahwa kerugian kebakaran hutan adalah Rp 15 triliun, padahal APBD Riau hanya Rp 8 triliun.
Untuk itu mereka kemudian menekankan bahwa pencegahan pengeringan gambut sangat penting untuk dilakukan, karena musim kemarau dan El Nino yang akan datang menjelang Oktober tahun ini dapat menyebabkan kebakaran hutan yang lebih buruk dari bulan Februari-Maret lalu.
(nwk/nwk)