Siapa yang tidak kenal Agus Gumiwang Kartasasmita, Poempida Hidayatulloh, Indra J Pilliang, Andi Harianto Sinulingga, Meutya Hafid dan puluhan politisi muda Golkar lainnya. Ibarat sebuah kerajaaan, mereka adalah para jenderal muda yang akan melanjutkan regenerasi partai berlambang beringin ini.
Para politisi muda Golkar ini memilih untuk menolak keputusan partai dengan mengalihkan dukungan ke pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla. Mereka mengaku tetap sebagai loyalis Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical). Tapi mereka monolak bila Golkar dijadikan alat dagang dalam Pilpres.
"Golkar partai besar, tapi kelihatan sekali kalau DPP mengerdilkan diri. Pada titik terakhir tidak ada penjelasan yang runtut. Tiba-tiba kita dihadapkan Golkar ke Prabowo dengan ada omongan kursi menteri. Kita malu, dihargai jadi seperti itu," kata anggota Balitbang Partai Golkar Indra J Piliang.
Perpecahan Golkar kali ini seperti sebuah Dejavu pada tahun 2004 di mana saat itu Akbar Tandjung yang masih menjabat sebagai ketua umum Golkar memecat Fahmi Idris, Priyo Budi Santoso, dan belasan kader Golkar lainnya karena mendukung pasangan SBY dan JK. Hasilnya saat itu SBY-JK menang dalam pilpres 2004.
Perlu diingat, kelompok kader muda Golkar yang mendukung Jokowi-JK tidak sendiri, Wakil Dewan Pertimbangan Golkar Luhut Pandjaitan juga memilih mendukung Jokowi JK dan memilih mundur dari jabatan strukturalnya. Beberapa anggota Wantim juga dikabarkan lebih memilih pasangan Jokowi JK.
Melihat sikap mbalelo para kader muda Golkar ini, Ketua Wanbin Akbar Tandjung mengusulkan DPP Golkar untuk melakukan pemecatan.
"Dalam konteks Golkar, ada PDLT: prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela. Apabila organisasi telah menetapkan keputusan, maka semua yang terkait seharusnya mengikuti keputusan tersebut," tutur Akbar.
Sementara itu, mantan ketum Golkar dan juga cawapres dari Jokowi yaitu JK mengatakan pilihan yang dilakukan oleh kader muda Golkar adalah pilihan pribadi.
"Ini kan pilihan-pilihan kepada figur, bukan kepada partai. Tidak ada yang salah, apalagi saya bekas ketum Golkar, masa lebih baik dari ketum partai lain, gimana logikanya, kalo Anda pilih mana, bekas ketum apa ketua lain," kata Kalla.
"Teman-teman di Golkar itu tentu boleh saja patuh dengan pilihan, sebagai warga negara punya pilihan-pilihan tertentu," Imbuhnya.
Jadi beranikah Golkar memecat pada kader mudanya dan memutus regenerasi partainya sendiri?
(fiq/fdn)